BI Optimis Ekonomi RI Kuat Hadapi Gejolak Global
Bank Indonesia (BI) optimis terhadap stabilitas eksternal ekonomi Indonesia di tengah gejolak global, didukung defisit transaksi berjalan rendah, surplus transaksi modal dan finansial, serta cadangan devisa yang tinggi.

Jakarta, 24 April 2025 - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan optimismenya terhadap kekuatan stabilitas eksternal ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak global, terutama pasca-kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS). Optimisme ini didasarkan pada tiga indikator kunci yang menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK): Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2025 yang diadakan secara virtual. Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang cukup kokoh untuk menghadapi tantangan eksternal yang kompleks.
Ketahanan ekonomi Indonesia ini dinilai penting mengingat dampak global yang tidak menentu. Dengan memperhatikan berbagai faktor internal dan eksternal, BI berupaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan agar tetap terjaga.
Defisit Transaksi Berjalan Rendah
Indikator pertama yang menjadi dasar optimisme BI adalah defisit transaksi berjalan yang diperkirakan berada di kisaran 0,5-1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Perry Warjiyo, "Pertama, defisit transaksi berjalan yang kami perkirakan 0,5-1,3 persen dari PDB itu tergolong rendah." Angka ini dinilai masih sesuai dengan standar internasional untuk negara berkembang (emerging market dan developing country), sepanjang tetap di bawah tiga persen.
Rendahnya defisit transaksi berjalan menunjukkan bahwa Indonesia mampu mengelola neraca pembayarannya dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak terlalu bergantung pada pembiayaan eksternal dan memiliki kemampuan untuk membiayai kebutuhan domestiknya sendiri.
BI juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi defisit transaksi berjalan, seperti harga komoditas global dan dinamika pasar internasional. Dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut, BI berupaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.
Surplus Transaksi Modal dan Finansial
Kedua, BI optimis bahwa defisit transaksi berjalan dapat dipenuhi oleh surplus transaksi modal dan finansial. Surplus ini berasal dari berbagai sumber, termasuk portfolio inflows, penanaman modal asing, dan aliran dana asing lainnya. Kebijakan pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) juga memberikan dampak positif terhadap surplus ini.
"Jadi, defisit transaksi berjalan kami meyakini dapat dipenuhi dari surplus transaksi modal dan finansial, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran akan surplus," jelas Perry Warjiyo. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia dan prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.
Kepercayaan investor ini tercermin dalam aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dan investasi portofolio terus meningkat, menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Cadangan Devisa yang Tinggi
Ketiga, posisi cadangan devisa Indonesia yang tinggi hingga akhir Maret 2025 mencapai 157,1 miliar dolar AS, setara dengan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah ini jauh di atas standar kecukupan internasional yang umumnya sekitar tiga bulan impor.
Cadangan devisa yang tinggi ini memberikan bantalan yang kuat bagi Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal. Hal ini memberikan keyakinan kepada BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung perekonomian nasional.
Tingginya cadangan devisa juga menunjukkan kepercayaan pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan.
Kesimpulannya, berdasarkan ketiga indikator tersebut, BI optimis bahwa stabilitas eksternal ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menghadapi gejolak global. Hal ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia dan kemampuannya untuk menghadapi tantangan eksternal.