Bioetanol: Solusi Ramah Lingkungan untuk Kurangi Emisi Transportasi di Indonesia?
CEO Pertamina NRE, John Anis, mendorong pengembangan bioetanol sebagai solusi efektif dan berkelanjutan untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi Indonesia, serta meningkatkan perekonomian petani.

Jakarta, 11 Maret 2024 - CEO Pertamina New and Renewable Energy (NRE), John Anis, dalam acara buka puasa bersama di Jakarta pada Senin (10/3), menyatakan bahwa bioetanol merupakan solusi tepat untuk menurunkan emisi karbon di sektor transportasi Indonesia. Hal ini memberikan dampak positif yang luas, atau yang disebut multiplier effect, bagi masyarakat Indonesia.
Menurut John, pengembangan bioetanol tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berdampak besar terhadap perekonomian. Salah satu sumber potensial bioetanol adalah pohon aren. Dengan pengelolaan yang tepat, industri bioetanol dari aren dapat meningkatkan kesejahteraan petani aren di Indonesia secara signifikan.
Namun, tantangannya cukup besar. Saat ini, produksi bioetanol Indonesia baru mencapai 30 ribu kiloliter, sementara proyeksi kebutuhan pada tahun 2029 mencapai 5 juta kiloliter. Kesenjangan yang signifikan ini membutuhkan kolaborasi dan dorongan dari berbagai pihak untuk mempercepat pengembangan industri bioetanol di dalam negeri.
Pengembangan Bioetanol: Jembatan Menuju Transportasi Berkelanjutan
John Anis menekankan bahwa bioetanol menawarkan solusi yang lebih praktis dibandingkan dengan elektrifikasi kendaraan. "Bioetanol ini salah satu solusi untuk mengurangi emisi di sektor transportasi yang menarik," ujarnya. Ia menjelaskan bahwa transisi ke kendaraan listrik (EV) membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 10-15 tahun, untuk dapat diadopsi secara masif oleh masyarakat. Penggantian kendaraan secara besar-besaran juga tidaklah mudah, bahkan dengan adanya insentif pemerintah.
Lebih lanjut, John menjelaskan bahwa kendaraan besar seperti pesawat terbang dan kapal kargo juga tidak memungkinkan untuk menggunakan baterai. Oleh karena itu, biofuel, termasuk bioetanol dan biodiesel, menjadi jembatan penting dalam mengurangi emisi karbon di sektor transportasi hingga transisi energi terbarukan sepenuhnya tercapai. "Sektor transportasi itu memang masih memerlukan jembatan, apabila melihat kondisi sekarang. Karena itulah, kami mendorong biofuel ini, terutama biodiesel dan kemudian ada bioetanol," kata John.
Namun, kendala utama pengembangan bioetanol adalah harga yang belum kompetitif. Molase atau tetes tebu, bahan baku utama bioetanol, sebagian besar diekspor ke Filipina karena harga ekspor yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini, John menyarankan penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk bahan baku bioetanol, seperti yang telah diterapkan pada batu bara untuk sektor kelistrikan. "Batu bara saja ada DMO, kenapa ini tidak? Harapannya, kalau E10, itu kan pasti pasarnya bergerak dan semua orang akan memproduksi molase juga. Pada akhirnya, dengan sendirinya harga pasar akan lebih murah," jelasnya. E10 sendiri merupakan campuran 10 persen etanol dan 90 persen bensin yang dapat digunakan pada kendaraan konvensional bertenaga bensin.
Tantangan dan Solusi Pengembangan Bioetanol
Meskipun menawarkan banyak manfaat, pengembangan bioetanol juga perlu mempertimbangkan aspek keberlanjutan. John menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian agar pengembangan bioetanol tidak bersaing dengan industri pangan. "Nanti repot juga kalau nggak ada gula," tambahnya. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam pengembangan industri bioetanol di Indonesia.
Kesimpulannya, pengembangan bioetanol di Indonesia memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi dan meningkatkan perekonomian petani. Namun, diperlukan kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan kolaborasi antar berbagai pihak untuk mengatasi tantangan yang ada dan mewujudkan potensi tersebut.
Dengan mengatasi permasalahan harga dan memastikan keberlanjutan produksi, bioetanol dapat menjadi solusi yang efektif dan ramah lingkungan bagi Indonesia dalam mencapai target energi bersih dan mengurangi dampak perubahan iklim.