BKSAP Dorong Diplomasi Aktif Atasi Krisis Pengungsi Rohingya
BKSAP DPR RI menekankan pentingnya diplomasi aktif dan kerja sama internasional untuk menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya yang berakar pada konflik Myanmar.

Jakarta, 6 Mei 2024 - Krisis kemanusiaan yang dihadapi pengungsi Rohingya kembali menjadi sorotan. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera, memimpin diskusi intensif untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Diskusi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan internasional, menghasilkan seruan pentingnya diplomasi aktif dalam mengatasi akar permasalahan krisis pengungsi Rohingya yang berasal dari konflik di Myanmar.
Diskusi kelompok terpumpun (FGD) yang digelar Senin (5/5) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menyatakan keprihatinan atas situasi darurat kemanusiaan yang dialami para pengungsi. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari perwakilan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga perwakilan dari badan internasional seperti UNHCR. Mereka sepakat bahwa dibutuhkan langkah konkret dan kolaboratif untuk meringankan penderitaan para pengungsi Rohingya.
Mardani Ali Sera menegaskan komitmen BKSAP untuk mendorong diplomasi aktif melalui berbagai forum internasional dan regional, termasuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Upaya ini bertujuan untuk menggalang dukungan dari negara-negara anggota ASEAN dan komunitas internasional guna mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. "Sekecil apapun langkahnya, kami harus mulai," tegas Mardani dalam keterangan tertulisnya.
Diplomasi Multilateral dan Kerangka Hukum Nasional
Para peserta FGD menyoroti pentingnya peran ASEAN dalam penanganan krisis pengungsi Rohingya. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menekankan perlunya ASEAN memiliki mekanisme perlindungan pengungsi yang terkoordinasi dan memanfaatkan instrumen internasional, seperti UNCLOS, untuk meningkatkan upaya pencarian dan pertolongan. "ASEAN memang damai, tetapi ketika krisis kemanusiaan muncul, kita tidak punya instrumen yang siap," ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, perwakilan LSM SUAKA, Angga Reynaldi, mengajukan usulan pentingnya pembentukan kerangka hukum nasional yang komprehensif dalam bentuk Undang-Undang tentang Penanganan Pengungsi. Hal ini dinilai sebagai solusi jangka panjang untuk memastikan penanganan pengungsi yang terkoordinasi dan tidak terfragmentasi. "Kebijakan di tingkat daerah penting, tapi kita butuh kerangka hukum nasional agar penanganan tidak terfragmentasi," kata Angga.
Faudzan Farhana, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menambahkan pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam menangani perpindahan paksa. Ia juga mendorong pembentukan forum khusus di ASEAN melalui AIPA untuk membahas isu Rohingya secara lebih konkret dan terarah. Sementara itu, Emily Bojovic dari UNHCR menekankan pentingnya kejelasan prosedur tetap (SOP) bagi pemerintah daerah dalam menangani pengungsi, khususnya di Aceh sebagai pintu masuk utama.
Solusi Komprehensif untuk Krisis Kemnuanusiaan
FGD tersebut juga membahas berbagai tantangan dalam merespons krisis kemanusiaan Rohingya, mulai dari keterbatasan kerangka kerja ASEAN hingga kebutuhan akan perlindungan menyeluruh bagi pengungsi, baik yang berada di darat maupun di laut. Pertemuan ini menghasilkan kesepahaman akan perlunya kerja sama yang erat antar negara dan lembaga internasional untuk mengatasi akar permasalahan konflik di Myanmar, yang merupakan penyebab utama krisis pengungsi Rohingya.
Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Ravindra Airlangga, beserta anggota BKSAP lainnya, termasuk Melly Goeslaw, Ruby Chairana Syiffadia, Andina Thresia Narang, Amelia Anggraini, dan Eva Monalisa, turut hadir dalam FGD tersebut. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen DPR RI untuk aktif terlibat dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya.
Kesimpulannya, FGD ini menjadi langkah penting dalam upaya mencari solusi komprehensif untuk krisis pengungsi Rohingya. Diplomasi aktif, kerja sama internasional, dan pembentukan kerangka hukum nasional yang kuat menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini dan memastikan perlindungan bagi para pengungsi.