BPBD Kalbar Dorong Pemda Tingkatkan Mitigasi Bencana Hadapi Cuaca Ekstrem
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat mendorong pemerintah daerah meningkatkan mitigasi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, akibat cuaca ekstrem yang diprediksi masih akan terjadi hingga 20 Maret 2025.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat (Kalbar) gencar mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan koordinasi dan memperkuat langkah mitigasi bencana. Hal ini dilakukan sebagai respons atas peringatan dini cuaca ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalbar yang berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Peringatan ini disampaikan di Pontianak pada Kamis, 13 Maret 2025.
Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel, menyatakan bahwa status siaga darurat telah ditetapkan untuk bencana banjir, puting beliung, dan tanah longsor. "Kami sudah menetapkan status siaga darurat untuk bencana banjir, puting beliung, dan tanah longsor. Selain itu, BPBD juga melakukan patroli air guna mengawasi sungai-sungai yang berpotensi meluap akibat intensitas hujan yang tinggi. Kami mendorong seluruh warga agar tetap memperhatikan kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan," ujar Daniel. BPBD Kalbar juga aktif melakukan patroli sungai untuk memantau potensi meluapnya sungai akibat curah hujan tinggi.
BMKG Supadio Pontianak memprediksi cuaca ekstrem masih akan melanda sebagian besar wilayah Kalbar hingga 20 Maret 2025. Hujan lebat disertai petir dan angin kencang yang terjadi dalam seminggu terakhir meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi. Oleh karena itu, upaya mitigasi bencana menjadi sangat penting untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
Mitigasi Bencana: Langkah Strategis BPBD Kalbar
BPBD Kalbar telah memetakan 559 desa dan kelurahan di 14 kabupaten/kota sebagai daerah rawan banjir. Pemetaan ini menjadi dasar perencanaan strategi mitigasi yang tepat. Mitigasi bencana dibagi menjadi dua jenis, yaitu mitigasi nonstruktural dan struktural. Mitigasi nonstruktural meliputi regulasi seperti peraturan daerah (Perda) dan peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur pengelolaan lingkungan. Sedangkan mitigasi struktural berfokus pada pembangunan fisik, seperti normalisasi sungai dan perbaikan sistem drainase.
Daniel menekankan pentingnya mitigasi nonstruktural melalui penegakan aturan dan kesadaran masyarakat. "Mitigasi bencana terbagi menjadi dua, yaitu mitigasi nonstruktural dan mitigasi struktural," tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan sangat penting dalam upaya pencegahan bencana.
Upaya mitigasi struktural juga tak kalah penting. Perbaikan infrastruktur seperti normalisasi sungai dan perbaikan sistem drainase menjadi fokus utama. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sungai dan saluran air dalam menampung debit air yang meningkat saat hujan deras.
Penyebab Utama Banjir dan Solusi Jangka Panjang
Menurut Daniel, hujan bukanlah satu-satunya penyebab banjir di Kalbar. Kerusakan lingkungan juga menjadi faktor utama. "Hujan hanyalah pemicu. Akar persoalannya adalah kapasitas sungai dan saluran air yang tidak lagi mampu menampung debit air akibat pendangkalan dan penyempitan. Oleh karena itu, normalisasi sungai harus dilakukan secara berkelanjutan," tegasnya. Pendangkalan dan penyempitan sungai akibat sedimentasi dan pembangunan yang tidak terencana menyebabkan kapasitas tampung air berkurang.
Sistem drainase di perkotaan juga menjadi perhatian. Banyak saluran drainase yang tidak berfungsi optimal, sehingga menyebabkan genangan air dengan cepat. "Di beberapa titik di Kota Pontianak, seperti kawasan Siantan dan Jembatan Tol, hujan sebentar saja sudah menyebabkan banjir. Ini menunjukkan bahwa sistem drainase perlu direvitalisasi," kata Daniel. Kondisi ini menunjukkan perlunya revitalisasi sistem drainase untuk mengatasi masalah genangan air.
Berkurangnya tutupan hutan di wilayah hulu sungai juga memperparah kondisi banjir. Reboisasi dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran tata ruang menjadi solusi yang diperlukan. "Tidak boleh ada pembiaran terhadap pelanggaran tata ruang, terutama di daerah aliran sungai. Harus ada tindakan tegas," tegas Daniel. Penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran tata ruang sangat penting untuk melindungi daerah aliran sungai.
BPBD Kalbar mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi cuaca dari sumber resmi. Dengan berbagai upaya mitigasi yang dilakukan, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan segera melapor jika terjadi indikasi bencana. Kesiapsiagaan dan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi di Kalbar.