BPS DKI Jakarta: Daging Ayam Picu Inflasi Ramadhan?
BPS DKI Jakarta memprediksi daging ayam ras, bersama komoditas lain, berpotensi meningkatkan inflasi selama Ramadhan 1446 H, berdasarkan tren inflasi tiga tahun terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta baru-baru ini merilis prediksi potensi peningkatan inflasi umum selama bulan Ramadhan 1446 Hijriah. Beberapa komoditas pangan utama diidentifikasi sebagai penyumbang potensi inflasi tersebut. Laporan ini dikeluarkan di Jakarta pada Senin lalu, dan memberikan gambaran mengenai tren harga beberapa bulan terakhir menjelang bulan suci.
Menurut Kepala BPS DKI Jakarta, Nurul Hasanudin, beberapa komoditas yang berpotensi signifikan meningkatkan inflasi adalah daging ayam ras, minyak goreng, telur ayam ras, dan udang basah. Pernyataan ini didasarkan pada analisis data inflasi selama tiga tahun terakhir, yang menunjukkan fluktuasi harga komoditas tersebut selama bulan Ramadhan. Data ini penting untuk mengantisipasi dan merumuskan strategi pengendalian inflasi.
Inflasi selama Ramadhan dalam tiga tahun terakhir tercatat sebesar 0,70 persen (April 2022), 0,36 persen (Maret 2023), dan 0,37 persen (Maret 2024). Fluktuasi ini menunjukkan adanya faktor musiman yang mempengaruhi harga komoditas tertentu, khususnya menjelang dan selama bulan Ramadhan.
Potensi Inflasi Komoditas Pangan
Analisis BPS DKI Jakarta menunjukkan kontribusi signifikan daging ayam ras terhadap inflasi. Pada April 2022, daging ayam ras menyumbang inflasi sebesar 0,16 persen, kemudian turun menjadi 0,02 persen pada Maret 2023, dan naik sedikit menjadi 0,05 persen pada Maret 2024. Tren ini menunjukkan fluktuasi harga yang perlu diwaspadai.
Selain daging ayam, bayam juga tercatat memberikan andil terhadap inflasi, meskipun angkanya lebih kecil. Inflasi yang disumbangkan bayam sebesar 0,06 persen (April 2022), 0,03 persen (Maret 2023), dan 0,01 persen (Maret 2024). Minyak goreng juga turut berkontribusi, dengan angka 0,08 persen (April 2022) dan 0,01 persen (Maret 2023).
"Satu hal yang menarik adalah pizza," kata Hasanudin, "makanan jadi asal Italia yang juga tercatat dalam periode Maret 2024 (0,01) dan juga Maret 2023 (0,01), khususnya terkait dengan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya juga tercatat menyumbang inflasi." Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis makanan, termasuk makanan impor, juga dapat mempengaruhi inflasi.
Deflasi Februari 2025
Berbeda dengan tren menjelang Ramadhan, Februari 2025 mencatat deflasi tahunan (y-on-y) sebesar 0,59 persen di DKI Jakarta, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 103,80. Penurunan harga terjadi pada beberapa kelompok pengeluaran, terutama perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (turun 10,22 persen) dan informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (turun 0,20 persen).
Sebaliknya, beberapa kelompok pengeluaran mengalami peningkatan indeks harga, antara lain makanan, minuman, dan tembakau (naik 1,63 persen), pakaian dan alas kaki (naik 1,22 persen), dan perlengkapan rumah tangga (naik 2,09 persen). Kenaikan harga juga terjadi pada kelompok kesehatan, transportasi, rekreasi, pendidikan, penyediaan makanan dan minuman, serta perawatan pribadi.
Deflasi bulanan (m-to-m) Februari 2025 tercatat sebesar 0,29 persen, sementara deflasi year to date (y-to-d) sebesar 1,79 persen. Data ini menunjukkan fluktuasi harga yang dinamis dan kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan musiman.
Kesimpulannya, data BPS DKI Jakarta menunjukkan potensi peningkatan inflasi selama Ramadhan 1446 H, terutama dipengaruhi oleh beberapa komoditas pangan utama. Meskipun Februari 2025 mencatat deflasi, pemantauan harga komoditas tetap penting untuk mengantisipasi dan mengendalikan inflasi di masa mendatang.