Demokrasi Ibarat Biduk di Lautan VUCA, Pakar Tegaskan Kolaborasi Kunci Penguatan Demokrasi
Di tengah tantangan VUCA, pakar hukum tata negara menyoroti pentingnya kolaborasi dan penguatan institusional untuk menjaga Penguatan Demokrasi di Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara dari STIH IBLAM, Radian Syam, menekankan urgensi penguatan institusional dan kolaborasi berbagai elemen bangsa. Hal ini krusial untuk memperkuat demokrasi di tengah kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity) yang penuh ketidakpastian.
Pernyataan ini disampaikan Radian dalam acara peluncuran dan bedah bukunya di Jakarta, baru-baru ini. Ia menggarisbawahi bahwa demokrasi saat ini menghadapi tantangan signifikan akibat realitas global yang kompleks dan penuh perubahan.
Menurut Radian, jika demokrasi diibaratkan biduk yang berlayar menuju pulau harapan, maka lautan VUCA adalah medan penuh gelombang. Oleh karena itu, strategi dan daya tahan kelembagaan yang kuat sangat diperlukan agar demokrasi tetap kokoh dan relevan.
Tantangan Demokrasi di Era VUCA
Demokrasi sebagai sistem yang menjanjikan kebebasan, kesetaraan, dan keadilan, menghadapi tantangan besar karena berada dalam pusaran kondisi VUCA. Realitas global ini ditandai oleh ketidakstabilan, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas tinggi. Demokrasi tidak cukup hanya dengan prosedur elektoral yang rutin.
Sistem ini membutuhkan adaptasi institusional yang kokoh agar dapat bertahan di tengah ketidakpastian zaman. Berbagai institusi inti seperti ruang publik, pemilihan umum (pemilu), partai politik, dan hukum harus mampu bertransformasi. Tujuannya bukan hanya untuk bertahan, melainkan juga untuk mengarahkan bangsa di tengah badai perubahan yang terjadi.
Radian Syam menegaskan bahwa empat pilar demokrasi tersebut harus diperkuat. Penguatan ini dapat dilakukan melalui inovasi kebijakan dan reformasi struktural yang komprehensif. Langkah ini esensial untuk menjaga keberlangsungan dan efektivitas demokrasi.
Empat Pilar Demokrasi dan Reformasi Struktural
Pada ruang publik, pergeseran dari ruang fisik ke ruang digital akibat perubahan teknologi telah terjadi. Namun, algoritma media sosial justru memperkuat polarisasi dan bias informasi. Diperlukan regulasi transparansi algoritma dan pembatasan dominasi komersial agar ruang publik kembali menjadi arena deliberatif yang inklusif.
Legitimasi pemilu terancam oleh disinformasi dan manipulasi digital. Oleh karena itu, penguatan regulasi, transparansi dana politik, serta peningkatan literasi digital menjadi langkah penting. Lembaga penyelenggara pemilu juga perlu memperkuat keamanan siber untuk melindungi infrastruktur pemilu dari ancaman.
Partai politik dituntut untuk fleksibel, transparan, serta mampu melakukan kaderisasi berbasis meritokrasi di tengah perubahan preferensi pemilih yang cepat dan fragmentasi sosial. Reformasi internal dan pemanfaatan teknologi digital menjadi keniscayaan agar partai politik tetap relevan dan mampu beradaptasi.
Sementara itu, ketertinggalan hukum dari realitas sosial dapat menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh aktor oportunistik. Diperlukan sistem hukum yang responsif, independen, dan mampu menjawab tantangan global. Tantangan tersebut meliputi kejahatan siber, pencucian uang, serta pelanggaran lintas negara.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Penguatan Demokrasi
Penguatan demokrasi di era VUCA bukan tanggung jawab pemerintah semata. Diperlukan kolaborasi erat antara negara, masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta. Sinergi ini bertujuan untuk menjaga ekosistem demokrasi tetap sehat dan berkelanjutan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fitra Asril, mengapresiasi gagasan Radian Syam. Fitra menilai Radian telah memperkuat gagasan yang berkembang saat ini, yaitu demokrasi harus dilindungi dalam kondisi darurat apapun. Cara memperkuat demokrasi bukan dengan tindakan diktatorisme, melainkan dengan penguatan institusional dan kerja kolaboratif semua elemen bangsa.
"Jadi ini sejalan dengan gagasan buku ini, dalam situasi yang fokus ketidakpastian, demokrasi tetap harus dilindungi, bukan menjadi legitimasi untuk tindakan yang tidak demokratis," ungkap Fitra. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang inklusif dan partisipatif.
Acara tersebut merupakan peluncuran dan pembedahan buku Radian berjudul Mendayung Demokrasi di Era VUCA, bertempat di vOffice Event Space, Centennial Tower, Jakarta. Sejumlah narasumber terkemuka turut hadir, antara lain Sekretaris Jenderal HIPMI Anggawira dan Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeni.