Direktur Parq Ubud Jadi Tersangka Alih Fungsi Lahan Pertanian di Ubud
Direktur PT Parq Ubud Partners, AF, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan alih fungsi lahan pertanian dan sawah dilindungi di Ubud, Bali, karena membangun vila, spa, dan peternakan tanpa izin di lahan pertanian.

Kepolisian Daerah Bali menetapkan Direktur PT Parq Ubud Partners, AF (53), sebagai tersangka kasus dugaan alih fungsi lahan pertanian. Pria berkebangsaan Jerman ini juga menjabat sebagai Direktur PT Tommorow Land Development Bali dan Direktur PT Alfa Management Bali. Penangkapan ini diumumkan pada Jumat, 24 Januari di Denpasar.
Irjen Pol. Daniel Adityajaya, Kapolda Bali, menjelaskan bahwa AF diduga melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan/atau UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pembangunan vila, spa, dan peternakan di atas lahan sawah dilindungi di kawasan yang dikenal sebagai 'Kampung Rusia' di Ubud, Gianyar, Bali, menjadi dasar penetapan tersangka.
Mengapa AF ditetapkan sebagai tersangka? Menurut Kapolda, pembangunan tersebut dilakukan tanpa izin di lahan yang seharusnya diperuntukkan bagi pertanian. Parq Ubud, yang mengaku memiliki 34 sertifikat hak milik (HM) untuk tiga usaha mereka, ternyata membangun di tiga zona; zona tanaman pangan (LSD dan LP2B), zona perkebunan, dan zona pariwisata. Pembangunan vila, spa, dan peternakan justru berada di zona tanaman pangan, yang melanggar aturan.
Bagaimana kasus ini terungkap? Kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Setelah penyelidikan, ditemukan bahwa bangunan di zona tanaman pangan—yang seharusnya dilindungi—telah dibangun. Pemkab Gianyar juga ikut menutup area tersebut.
Lebih lanjut, pengecekan lapangan menunjukkan bangunan vila, spa, dan peternakan hewan tersebut sedang dalam pembangunan di atas lahan yang seharusnya menjadi lahan pertanian. Inilah yang menjadi bukti kuat dugaan alih fungsi lahan.
Apa pasal yang disangkakan? AF dijerat Pasal 109 juncto Pasal 19 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2019 (sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023) dan Pasal 72 juncto Pasal 44 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2009 (sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023).
Kesimpulannya, penetapan AF sebagai tersangka merupakan langkah tegas dalam melindungi lahan pertanian di Bali. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang hendak melakukan alih fungsi lahan tanpa izin dan melanggar aturan yang berlaku.