DKPP Periksa Ketua Panwaslih Aceh Barat Terkait Dugaan Pemalsuan Ijazah
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua Panwaslih Aceh Barat, Aidil Azhar, terkait dugaan pemalsuan ijazah dalam pendaftarannya sebagai anggota Panwaslih.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tengah melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Panwaslih Aceh Barat, Aidil Azhar. Pemeriksaan ini terkait dugaan pelanggaran kode etik berupa pemalsuan ijazah, yang dilaporkan oleh Ketua Panwaslih Aceh dan empat anggotanya. Sidang pemeriksaan berlangsung di Kantor KIP Provinsi Aceh di Banda Aceh pada Kamis, 13 Maret 2024.
Dugaan pemalsuan ijazah ini bermula dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Panwaslih Provinsi Aceh. Setelah melakukan penelusuran dokumen dan meminta keterangan dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Syiah Kuala (USK), ditemukan ketidaksesuaian data. FMIPA USK menyatakan tidak pernah menerbitkan ijazah atas nama Aidil Azhar dengan nomor ijazah yang digunakan dalam pendaftarannya sebagai anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Barat.
Lebih lanjut, pihak USK mengungkapkan bahwa nomor ijazah tersebut terdaftar atas nama orang lain yang diwisuda pada Mei 2000. Selain itu, paraf dan stempel legalisir pada salinan ijazah yang diajukan Aidil Azhar juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dari kampus. Meskipun Aidil Azhar pernah terdaftar sebagai mahasiswa FMIPA USK pada tahun ajaran 1993/1994 dan putus studi pada tahun ajaran 1997/1998, ia bukanlah lulusan FMIPA USK tahun 2000.
Sidang Pemeriksaan DKPP
Sidang DKPP dipimpin oleh I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dengan Vendio Elaffdi dan Khairunnisak sebagai anggota majelis dari tim pemeriksa daerah Provinsi Aceh. Pelapor, Agus Syahputra beserta empat anggota Panwaslih Provinsi Aceh lainnya, yaitu Fahrul Rizha Yusuf, Maitanur, Safwani, dan Yusriadi, hadir dalam sidang tersebut. Mereka menduga Aidil Azhar memalsukan riwayat hidup dan ijazah saat mendaftar sebagai Anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Barat periode 2023-2028.
Yusriadi, salah satu anggota Panwaslih Provinsi Aceh, menjelaskan bahwa dugaan ini berawal dari laporan masyarakat, meskipun awalnya laporan tersebut tidak disertai bukti. Namun, Panwaslih Provinsi Aceh tetap menindaklanjuti laporan tersebut sebagai temuan awal. Ia menekankan bahwa pelaporan ini bukan karena masalah kinerja atau masalah pribadi dengan Aidil Azhar, melainkan untuk menjaga integritas penyelenggara pemilu dan karena informasi ini sudah diketahui publik.
"Tidak ada masalah kinerja. Kami dengan teradu juga tidak memiliki problem atau masalah. Kami hanya ingin DKPP yang memutuskan karena informasi ini sudah diketahui publik," ujar Yusriadi.
Bantahan Aidil Azhar
Aidil Azhar membantah tuduhan tersebut. Ia mengakui pernah kuliah di FMIPA USK pada periode 1993 hingga 1997, tetapi ia menegaskan tidak pernah lulus kuliah di perguruan tinggi tersebut. Ia menyatakan bahwa dirinya mendaftar sebagai Anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Barat menggunakan ijazah Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) atau sederajat, bukan ijazah sarjana.
"Saya menggunakan ijazah SMTI Banda Aceh karena syarat minimal untuk mengikuti seleksi adalah SMA atau sederajat. Saya sudah menjadi penyelenggara pemilu sejak 2013 dengan menjadi Ketua Panwaslu Sungai Mas. Ada empat perhelatan pemilihan kami ikuti, baik itu pemilu maupun pilkada," jelas Aidil Azhar.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas penyelenggara pemilu. Hasil pemeriksaan DKPP nantinya akan menentukan langkah selanjutnya terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua Panwaslih Aceh Barat.
Proses pemeriksaan DKPP ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan, serta menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam menjaga integritas proses pemilu.