Ekskusi Terpidana Politik Uang Pilkada HST: Akhsanul Halikin Jalani Hukuman 3 Tahun
Kejari Hulu Sungai Tengah telah mengeksekusi Akhsanul Halikin, terpidana kasus politik uang Pilkada 2024, dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta; dua terdakwa lain mengajukan banding.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, telah melaksanakan eksekusi terhadap Akhsanul Halikin, terpidana kasus politik uang Pilkada 2024. Pada Rabu, 22 Januari 2024, Akhsanul Halikin dibawa ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Barabai untuk menjalani hukumannya. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan praktik politik uang dalam pemilihan kepala daerah.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari HST, Herlinda, menjelaskan bahwa Akhsanul Halikin divonis 36 bulan penjara atau 3 tahun dan denda Rp200 juta subsider 15 hari kurungan. Eksekusi dilakukan oleh Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Kejari HST dan penyidik Polres HST. Proses eksekusi berjalan lancar berkat kooperatifnya terpidana dan dukungan keluarganya.
Herlinda menambahkan bahwa eksekusi baru dilakukan tiga hari setelah putusan pengadilan. Akhsanul Halikin menghubungi Kejari HST pada Senin (20/1), sehingga penjadwalan eksekusi baru dapat dilakukan pada Selasa (21/1). Ketepatan waktu dan koordinasi yang baik antar instansi menjadi kunci keberhasilan proses ini.
Menariknya, kasus ini tidak hanya melibatkan Akhsanul Halikin. Dua terdakwa lain, M. Riansyah dan M. Yusuf, menghadapi dakwaan yang sama. Namun, mereka memilih jalur hukum lain dengan mengajukan banding atas putusan pengadilan. Sebelumnya, keduanya divonis 1 tahun penjara percobaan dan denda Rp200 juta subsider 30 hari kurungan karena melanggar Pasal 187 A ayat 1 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran terkait politik uang dalam Pilkada. Perbedaan penanganan kasus ini menunjukkan adanya perbedaan strategi hukum yang diambil oleh para terdakwa. Proses hukum yang mereka tempuh menjadi perhatian tersendiri, mengingat pentingnya menegakkan aturan dalam Pilkada.
Kepala Rutan Kelas II B Barabai, I Komang Suparta, membenarkan penerimaan Akhsanul Halikin. Ia memastikan bahwa terpidana akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti warga binaan lainnya dan hak-haknya akan dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan terpenuhinya hak asasi manusia bagi seluruh warga binaan, termasuk terpidana kasus politik uang.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan transparansi dalam proses Pilkada. Tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum, seperti politik uang, diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang. Proses hukum yang adil dan transparan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan penyelenggaraan Pilkada yang demokratis.