Kasus Politik Uang Pilkada Bireuen: Banding Diterima, Terdakwa Divonis 3 Tahun Penjara
Kejari Bireuen menerima putusan banding Pengadilan Tinggi Banda Aceh atas kasus politik uang Pilkada 2024, menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta kepada terdakwa Safriadi.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Aceh, menyatakan menerima putusan banding Pengadilan Tinggi Banda Aceh terkait kasus politik uang dalam Pilkada 2024. Putusan ini mengakhiri proses hukum yang diawali dengan vonis lebih ringan di tingkat pertama. Kasus ini menyeret Safriadi, warga Bireuen, ke pengadilan.
Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, menjelaskan bahwa banding diajukan karena putusan Pengadilan Negeri Bireuen dinilai tidak sesuai tuntutan jaksa. Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan hukuman 12 bulan penjara dengan masa percobaan 24 bulan dan denda Rp5 juta kepada Safriadi.
Namun, Pengadilan Tinggi Banda Aceh memberikan vonis yang lebih berat. Majelis hakim banding menjatuhkan hukuman 36 bulan penjara dan denda Rp200 juta subsidair 15 hari kurungan kepada Safriadi. Vonis ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Munawal Hadi menambahkan, putusan banding menyatakan Safriadi terbukti melanggar Pasal 187A Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Pasal ini mengatur tentang tindak pidana politik uang. Kejari Bireuen kini menunggu respons Safriadi terhadap putusan banding tersebut.
Jika Safriadi menerima putusan, maka putusan banding akan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Setelah itu, Kejari Bireuen akan segera mengeksekusi putusan dengan menempatkan Safriadi di lembaga pemasyarakatan.
Kasus ini berawal dari tindakan Safriadi yang membagikan uang di Desa Alue Dua, Kecamatan Makmur, Bireuen, pada 25 November 2024. Ia memberikan uang kepada dua saksi, Siti Maryam dan Ti Amansyah, dengan meminta mereka memilih pasangan calon nomor urut tiga.
Kepada Siti Maryam, Safriadi memberikan empat lembar uang pecahan Rp50.000, dan kepada Ti Amansyah, ia memberikan dua lembar uang pecahan yang sama. Perbuatan Safriadi ini terungkap dan membuatnya dijerat hukum atas pelanggaran UU Pilkada.
Dengan putusan banding yang telah diterima Kejari Bireuen, kasus politik uang ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk senantiasa menjunjung tinggi prinsip demokrasi yang bersih dan berintegritas dalam setiap proses pemilihan umum.