Fakta Menarik: Setya Novanto Inisiator Klinik Hukum, Kini Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin
Mantan Ketua DPR Setya Novanto kini resmi Bebas Bersyarat. Terungkap, ia menjadi inisiator klinik hukum di Lapas Sukamiskin. Simak detailnya!

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, kini telah resmi berstatus klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung. Perubahan status ini menandai dimulainya masa bebas bersyarat bagi narapidana kasus korupsi KTP elektronik tersebut. Ia dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Pembebasan bersyarat ini diberikan setelah Setya Novanto dinilai berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Selain itu, ia juga telah memenuhi berbagai persyaratan administratif dan substantif yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas). Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap narapidana.
Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menegaskan bahwa tidak ada perlakuan khusus dalam kasus Setya Novanto. Setiap narapidana memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan program bebas bersyarat, asalkan memenuhi semua kriteria yang telah ditentukan.
Peran Setya Novanto di Balik Jeruji Besi
Selama menjalani pidana di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto menunjukkan perilaku yang kooperatif dan produktif. Salah satu kontribusi utamanya adalah menjadi inisiator program klinik hukum bagi sesama warga binaan. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman isu-isu hukum kepada narapidana lain.
Klinik hukum tersebut berfungsi layaknya "peer educator" atau pendidik sebaya, di mana warga binaan saling mendukung dalam memahami aspek-aspek hukum. Inisiatif ini telah mendapatkan persetujuan dari pihak lapas, menunjukkan komitmen Setya Novanto dalam pembinaan kemasyarakatan. Ia berperan sebagai motivator bagi narapidana lainnya.
Selain menginisiasi klinik hukum, Setya Novanto juga aktif terlibat dalam program kemandirian di bidang pertanian dan perkebunan. Keaktifannya ini menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penilaian kelakuan baiknya. Ia juga disebut mengikuti program pembinaan spiritual dengan baik.
Syarat dan Proses Pembebasan Bersyarat Setya Novanto
Ditjenpas menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat Setya Novanto didasarkan pada pemenuhan syarat administratif dan substantif yang ketat. Syarat tersebut mencakup pelunasan denda dan uang pengganti, berkelakuan baik, aktif dalam pembinaan, serta telah menjalani dua per tiga masa pidana. Semua ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Rika Aprianti menegaskan bahwa proses ini berlaku umum untuk semua warga binaan, tanpa diskriminasi. Setiap narapidana yang memenuhi kriteria memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan program kebebasan bersyarat. Hal ini membuktikan transparansi dalam sistem pemasyarakatan.
Sejak 16 Agustus 2025, Setya Novanto wajib lapor setidaknya satu kali sebulan kepada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung. Ia akan mendapatkan bimbingan dari pembimbing kemasyarakatan Bapas Bandung hingga 1 April 2029. Tanggal tersebut menandai waktu Setya Novanto akan bebas murni dari segala kewajiban pemasyarakatan.
Revisi Vonis dan Konsekuensi Hukum Setya Novanto
Setya Novanto sebelumnya divonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS. Vonis ini dijatuhkan atas keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011–2013. Kasus ini sempat menjadi sorotan publik.
Namun, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto pada 4 Juni lalu. MA memotong vonisnya menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara. Pidana denda juga diubah menjadi Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, memberikan keringanan hukum.
Selain itu, MA juga mengubah beban uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS menjadi dikompensasi sebesar Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik KPK. Sisa uang pengganti yang harus dibayar adalah Rp49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara. Setya Novanto juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 2 tahun 6 bulan, terhitung sejak masa pidananya selesai.