Fakta Mengejutkan: Pendaki 64 Tahun Meninggal di Gunung Sagara Garut Akibat Sakit
Seorang pendaki berusia 64 tahun dilaporkan meninggal dunia saat mendaki Gunung Sagara Garut, penyebabnya sakit. Simak detail lengkap tragedi pendakian ini.

Seorang pendaki pria berusia 64 tahun, Iyep Rusmin, dilaporkan meninggal dunia saat melakukan pendakian di Gunung Sagara, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Warga asal Mekarjaya, Kecamatan Ranca Sari, Kabupaten Bandung ini diduga meninggal akibat sakit yang dideritanya. Insiden tragis ini terjadi pada Sabtu, 2 Agustus, saat korban bersama rombongan tiba di puncak gunung.
Kepolisian Resor Garut, melalui Kepala Polsek Wanaraja AKP Abusono, mengonfirmasi bahwa hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) dan keterangan saksi, termasuk tim medis, menyimpulkan korban meninggal karena sakit. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban, sehingga dugaan awal mengarah pada kondisi medis yang memburuk di ketinggian.
Peristiwa ini menjadi perhatian publik, khususnya di kalangan pegiat alam dan pendaki gunung, mengingatkan pentingnya persiapan fisik dan kesehatan sebelum melakukan aktivitas ekstrem. Keluarga korban telah menerima kejadian ini sebagai musibah dan menolak untuk dilakukan autopsi, mempercepat proses penyerahan jenazah kepada pihak keluarga.
Kronologi Kejadian di Puncak Gunung Sagara
Insiden bermula ketika Iyep Rusmin bersama rombongan yang berjumlah 18 orang memulai pendakian ke Gunung Sagara sekitar pukul 08.00 WIB pada Sabtu (2/8). Perjalanan pendakian berlangsung normal hingga rombongan tiba di puncak gunung pada sekitar pukul 13.00 WIB.
Setibanya di puncak, korban mulai mengeluh sakit di bagian dada dan mengeluarkan busa dari mulutnya. Rekan-rekan pendaki yang berada dalam rombongan segera memberikan pertolongan pertama. Mereka berusaha membaringkan korban dan memberikan bantuan seadanya, namun kondisi Iyep Rusmin terus memburuk.
Meskipun upaya pertolongan telah dilakukan, korban dinyatakan meninggal dunia oleh tim evakuasi sekitar pukul 16.30 WIB. Kejadian ini menimbulkan duka mendalam bagi rombongan dan keluarga korban, serta menjadi pelajaran berharga bagi para pendaki mengenai risiko kesehatan di medan pegunungan.
Proses Evakuasi dan Penyelidikan Awal
Setelah mendapatkan laporan mengenai adanya pendaki yang meninggal, pihak kepolisian bersama masyarakat dan tim evakuasi segera bergerak. Proses evakuasi jenazah Iyep Rusmin dilakukan dari Pos 4 jalur pendakian Gunung Sagara menuju pos registrasi. Medan yang terjal dan kondisi alam yang tidak menentu menjadi tantangan tersendiri dalam proses evakuasi ini.
Setibanya di pos registrasi, jenazah korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di rumah sakit, tim medis memastikan bahwa korban telah meninggal dunia. Proses identifikasi dan pemeriksaan awal dilakukan untuk memastikan penyebab kematian.
Kepolisian juga melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa kondisi fisik korban secara menyeluruh. Selain itu, keterangan dari rekan-rekan korban yang turut mendaki serta pihak keluarga juga dimintai untuk melengkapi data penyelidikan. Penyelidikan awal ini bertujuan untuk memastikan tidak ada unsur lain di balik kematian korban, selain faktor kesehatan.
Sikap Keluarga dan Penolakan Autopsi
Setelah serangkaian pemeriksaan awal dan pengumpulan keterangan, pihak keluarga Iyep Rusmin menyatakan menerima kejadian ini sebagai musibah. Mereka memahami bahwa kematian korban disebabkan oleh sakit dan menolak untuk dilakukan autopsi terhadap jenazah. Penolakan autopsi ini dibuktikan dengan penandatanganan berita acara penolakan autopsi oleh pihak keluarga.
Keputusan keluarga untuk tidak melakukan autopsi menunjukkan penerimaan mereka terhadap takdir dan kondisi yang terjadi. Dengan adanya penolakan ini, proses penyerahan jenazah kepada pihak keluarga dapat dilakukan lebih cepat. Jenazah Iyep Rusmin kemudian dibawa ke rumah duka untuk disemayamkan dan dimakamkan sesuai dengan keinginan keluarga.
Pihak kepolisian menghormati keputusan keluarga dan menutup kasus ini setelah memastikan tidak ada indikasi kejahatan atau hal mencurigakan lainnya. Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya kesiapan fisik dan mental, serta kewaspadaan terhadap risiko yang mungkin timbul saat melakukan aktivitas pendakian gunung, terutama bagi individu dengan riwayat kesehatan tertentu.