Fakta Unik Mangrove: Kemenhut Sebut Pelibatan Masyarakat Kunci Sukses Rehabilitasi Mangrove Nasional
Kementerian Kehutanan menegaskan pelibatan masyarakat adalah kunci utama keberhasilan rehabilitasi mangrove. Temukan mengapa pendekatan ini vital untuk kelestarian ekosistem pesisir.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi mangrove di Indonesia. Pendekatan ini dianggap krusial untuk menjamin keberlanjutan program konservasi ekosistem pesisir. Keterlibatan aktif komunitas lokal diharapkan mampu mengubah rehabilitasi biasa menjadi upaya yang benar-benar hidup dan lestari.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Dirjen PDASRH) Kemenhut, Dyah Murtiningsih, di sela-sela pembukaan Mangrofest 2025 di Banyuwangi, Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa masyarakat merupakan bagian tak terpisahkan dari siklus hutan dan memiliki hubungan timbal balik yang erat dengan keberadaan kawasan hutan itu sendiri.
Kemenhut menegaskan bahwa setiap kegiatan rehabilitasi harus selalu berbasis pada partisipasi aktif masyarakat. Ini menjadi fondasi program besar seperti Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) yang sedang berjalan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan wilayah pesisir melalui restorasi ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
Pentingnya Pendekatan Berbasis Masyarakat dalam Rehabilitasi Mangrove
Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Dirjen PDASRH) Kementerian Kehutanan, Dyah Murtiningsih, menegaskan bahwa masyarakat memiliki peran sentral dalam keberhasilan rehabilitasi mangrove. Hubungan timbal balik antara kawasan hutan dan komunitas lokal sangat erat. Oleh karena itu, setiap kegiatan rehabilitasi harus selalu berbasis pada partisipasi aktif masyarakat.
Kemenhut mengimplementasikan filosofi pelibatan masyarakat ini melalui program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR). Pendekatan berbasis komunitas dalam M4CR diutamakan agar upaya konservasi tidak hanya berhenti pada tahap penanaman saja. Namun, juga berlanjut pada fase perawatan berkelanjutan serta pemanfaatan ekosistem secara lestari.
Dyah Murtiningsih menambahkan bahwa jika masyarakat dilibatkan sejak awal, mereka akan lebih termotivasi untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara berkelanjutan. Hal ini berbeda dengan pendekatan yang hanya berfokus pada penanaman. Keterlibatan ini diharapkan mencegah perusakan dan mendorong pemanfaatan yang bertanggung jawab, menciptakan rehabilitasi yang benar-benar 'hidup'.
Program M4CR: Target dan Manfaat Ekologis-Ekonomis Mangrove
Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) merupakan program rehabilitasi mangrove berskala nasional yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan. Program ini bekerja sama dengan Bank Dunia. M4CR bertujuan membangun ketahanan wilayah pesisir melalui restorasi mangrove, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor.
Pelaksanaan rehabilitasi mangrove M4CR ini diprioritaskan di empat provinsi utama, yaitu Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Program ini menargetkan luasan 41.000 hektare lahan mangrove hingga tahun 2027. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempercepat pemulihan ekosistem pesisir yang vital.
Selain peran ekologisnya yang sangat penting, mangrove juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan bagi masyarakat pesisir. Ekosistem ini dapat menyediakan habitat bagi berbagai jenis ikan, kepiting, dan udang. Mangrove juga menghasilkan produk hutan bukan kayu, seperti sirup, sabun, batik, dan pewarna alami, yang dapat meningkatkan pendapatan lokal.
Secara ekologis, mangrove dikenal sebagai penyerap karbon yang sangat efisien, bahkan lima kali lipat lebih baik dibandingkan hutan daratan. Kemampuan ini menjadikan mangrove sebagai aset penting dalam mitigasi perubahan iklim. Keberadaannya juga berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi garis pantai dari abrasi dan gelombang pasang, mendukung keberlanjutan lingkungan dan masyarakat.