Sukses! Desa Teluk Pambang Turunkan Laju Kerusakan Mangrove hingga 96 Persen
Desa Teluk Pambang, Bengkalis, Riau berhasil menurunkan laju kerusakan hutan mangrove hingga 96 persen dalam tiga tahun terakhir melalui kolaborasi masyarakat dan program konservasi.

Desa Teluk Pambang di Kabupaten Bengkalis, Riau, telah menunjukkan keberhasilan luar biasa dalam upaya konservasi hutan mangrove. Selama tiga tahun terakhir, laju kerusakan hutan mangrove di desa ini turun drastis hingga 96 persen, dari rata-rata 27 hektare per tahun menjadi hanya 1 hektare per tahun. Keberhasilan ini merupakan hasil kolaborasi aktif antara masyarakat setempat, pemerintah desa, dan dukungan program konservasi dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Penurunan laju kerusakan ini sangat signifikan, mengingat sebelumnya kerusakan hutan mangrove di Teluk Pambang tergolong tinggi. Program konservasi yang dijalankan mengadopsi pendekatan Nature-based Solutions (NbS), yang mengedepankan peran serta masyarakat dalam perlindungan ekosistem pesisir. Hal ini terbukti efektif dalam mengurangi laju degradasi hutan mangrove yang sangat penting bagi keberlangsungan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Mariski Nirwan, Senior Manager Ketahanan Kawasan Pesisir YKAN, menekankan pentingnya perlindungan mangrove yang ada saat ini sebagai langkah mitigasi perubahan iklim yang paling strategis. "Mangrove hasil rehabilitasi memerlukan waktu sekitar 40 tahun untuk kembali menyimpan karbon seperti semula, atau bahkan bisa jadi tidak tercapai. Oleh karena itu, perlindungan mangrove yang masih ada saat ini adalah langkah mitigasi paling strategis," ujarnya di Bengkalis, Sabtu lalu.
Peran Aktif Masyarakat dalam Konservasi Mangrove
Semangat konservasi di Desa Teluk Pambang tumbuh pesat berkat partisipasi aktif masyarakat. Jumlah warga yang terlibat dalam pengelolaan mangrove meningkat signifikan, dari hanya 5 orang menjadi 170 orang. Mereka tergabung dalam Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dan rutin melakukan patroli serta pengawasan kawasan mangrove.
Peningkatan kapasitas masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan. Anggota LPHD telah dibekali keterampilan teknis, seperti restorasi, perlindungan, dan pemantauan mangrove, termasuk penggunaan aplikasi Avenza Maps dan sistem pemantauan berbasis internet. Selain itu, mereka juga menerima pelatihan nonteknis, seperti tata kelola organisasi, administrasi, dan penyusunan proposal.
Dukungan kebijakan pemerintah desa juga sangat penting. Peraturan Desa Teluk Pambang telah menetapkan perlindungan terhadap 950 hektare hutan mangrove. YKAN turut memfasilitasi masyarakat untuk memperoleh legalitas pengelolaan kawasan tersebut melalui skema perhutanan sosial.
Skema perhutanan sosial ini tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Dua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) telah dibentuk, yaitu KUPS Lebah Madu dan KUPS Biota Mangrove, yang mengembangkan pemanfaatan lestari sumber daya mangrove.
Penguatan Ekonomi Berbasis Konservasi
Pembentukan KUPS Lebah Madu dan KUPS Biota Mangrove merupakan contoh nyata bagaimana konservasi mangrove dapat diintegrasikan dengan upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Melalui pemanfaatan sumber daya mangrove secara lestari, masyarakat dapat memperoleh penghasilan tambahan tanpa merusak lingkungan.
Keberhasilan Desa Teluk Pambang menunjukkan bahwa pendekatan terpadu yang melibatkan masyarakat, pemerintah desa, dan mitra konservasi sangat efektif dalam pelestarian lingkungan. Model ini dapat diadopsi oleh desa-desa lain di Indonesia yang memiliki hutan mangrove untuk mencapai keberhasilan serupa.
Program ini juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Dengan memberikan pelatihan dan dukungan teknis, masyarakat dapat berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Upaya Desa Teluk Pambang menjadi bukti bahwa kolaborasi antara masyarakat, pemerintah desa, dan mitra konservasi mampu menghasilkan dampak signifikan bagi pelestarian lingkungan dan penguatan ekonomi lokal," kata Mariski Nirwan.
Keberhasilan ini diharapkan dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia untuk menerapkan strategi serupa dalam melindungi dan melestarikan hutan mangrove, demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.