Trenggalek Tanam 750 Bibit Mangrove: Lestarikan Alam, Dongkrak Ekonomi
Pemkab Trenggalek menanam 750 bibit mangrove di Pancer Cengkrong untuk mendukung program Net Zero Carbon, sekaligus melestarikan lingkungan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Trenggalek, Jawa Timur - Dalam upaya mendukung program Net Zero Carbon dan pelestarian lingkungan, Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, melakukan penanaman 750 bibit mangrove di kawasan Pancer Cengkrong, Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo, pada Jumat, 2 Februari 2024. Kegiatan yang melibatkan ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) ini menandai komitmen nyata Trenggalek dalam menjaga kelestarian alam.
Menjaga Ekosistem Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Trenggalek, Mulyahandaka, menjelaskan bahwa penanaman mangrove ini sangat penting untuk menjaga ekosistem yang berperan besar dalam mitigasi perubahan iklim. "Mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon hingga lima kali lebih banyak dibandingkan hutan dataran tinggi tropis. Selain itu, tanaman ini juga berfungsi sebagai penyaring polutan, pengontrol aliran air, dan pencegah erosi," ujarnya.
Lebih dari sekadar penyerap karbon, keberadaan mangrove juga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem pesisir. Akar-akar mangrove yang kuat melindungi pantai dari abrasi, sekaligus menyediakan habitat bagi berbagai biota laut. Keberhasilan program ini diharapkan dapat meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
Kisah Hutan Mangrove Cengkrong: Dari Krisis ke Kelimpahan
Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hutan Mangrove Cengkrong, Imam Saefudin, menceritakan sejarah panjang hutan mangrove di kawasan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa hutan mangrove telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun, krisis lingkungan pada tahun 2002-2003 memaksa masyarakat menebang mangrove karena kesulitan ekonomi.
Kerusakan hutan mangrove berdampak signifikan pada kehidupan biota laut. Kepiting dan kerang, misalnya, nyaris punah. Beruntung, berkat dukungan Dinas Kelautan dan Perikanan, Pokmaswas dibentuk untuk memulihkan dan menjaga ekosistem mangrove. "Setelah mangrove tumbuh kembali, keberadaan kepiting, kerang, dan biota lainnya melimpah. Jika dikelola dengan baik, potensi sumber daya ini tak akan habis," kata Imam Saefudin.
Keanekaragaman Mangrove dan Potensi Ekonomi
Imam Bonjol, anggota Pokmaswas lainnya, menambahkan bahwa hutan mangrove di Cengkrong memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan 55 jenis tanaman mangrove. Jenis Rizophora mendominasi, dipilih karena akarnya yang kuat mampu menahan banjir dan abrasi, serta menyaring sampah sebelum mencapai laut. Jenis mangrove ini menjadi pilihan utama dalam penanaman kali ini.
Kawasan mangrove di Pantai Cengkrong yang mencapai lebih dari 100 hektare memiliki potensi untuk diperluas hingga ke Kecamatan Munjungan dan Panggul. Selain manfaat ekologis, mangrove juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Buah mangrove, khususnya buah Bogem, dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti sirup, dodol, kopi, dan bahkan batik.
Kesimpulan: Kolaborasi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Penanaman 750 bibit mangrove di Pancer Cengkrong merupakan langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Trenggalek. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait sangat krusial untuk keberhasilan program ini. Dengan pengelolaan yang berkelanjutan, hutan mangrove di Trenggalek diharapkan dapat terus memberikan manfaat ekologis dan ekonomi bagi generasi mendatang.
Keberhasilan program ini menjadi contoh nyata bagaimana upaya pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Semoga langkah ini dapat menginspirasi daerah lain untuk turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan dan membangun masa depan yang berkelanjutan.