Fakta Unik Tiga Pilar Desa: Ujung Tombak Vital Pencegahan Terorisme di Tingkat Lokal
Kesbangpol Sleman menegaskan tiga pilar desa adalah sensor keamanan nasional vital dalam Pencegahan Terorisme. Bagaimana peran mereka di tingkat lokal?

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sleman menyoroti peran krusial tiga pilar desa. Mereka disebut sebagai ujung tombak vital dalam upaya pencegahan terorisme. Ini menegaskan pentingnya peran lokal dalam keamanan nasional.
Kepala Kesbangpol Sleman, Samsul Bajri, menyampaikan hal ini dalam diseminasi buku saku. Acara tersebut diselenggarakan oleh BNPT di Sleman pada hari Kamis. Fokusnya adalah deteksi dan cegah dini potensi radikal terorisme.
Lurah atau kepala desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas adalah elemen kunci. Kedekatan mereka dengan masyarakat memungkinkan deteksi awal perilaku mencurigakan. Mereka menjadi sensor keamanan yang efektif di wilayahnya.
Peran Strategis Babinsa, Lurah, dan Bhabinkamtibmas
Babinsa, sebagai ujung tombak TNI AD, memiliki tugas membina keamanan dan ketahanan wilayah. Mereka mengumpulkan informasi, menganalisis situasi, dan mengidentifikasi gejala penyebaran paham radikal. Pemetaan wilayah dan komunikasi aktif dengan tokoh masyarakat menjadi bagian penting dari tugas ini.
Lurah atau kepala desa memegang mandat hukum dalam menjaga ketenteraman dan ketertiban. Peran mereka meliputi kontra-radikalisasi dan implementasi Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Ekstremisme. Mereka juga mengaktifkan lembaga kemasyarakatan seperti RT/RW dan siskamling.
Bhabinkamtibmas melengkapi tiga pilar ini dengan tanggung jawab menyampaikan informasi pencegahan radikalisme. Mereka membantu pengamanan wilayah dan melaporkan kasus ke satuan atas. Sinergi ketiganya sangat penting untuk keamanan di tingkat desa.
Kolaborasi Pentahelix dan Kegiatan Nyata di Lapangan
Penanggulangan terorisme membutuhkan kerja sama multipihak yang dikenal sebagai konsep pentahelix. Ini melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, masyarakat, media, dan pengusaha. Tanggung jawab tidak lagi eksklusif pada aparat keamanan pusat.
Kegiatan nyata yang dilakukan tiga pilar mencakup sosialisasi bahaya radikalisme dan terorisme. Mereka juga melakukan komunikasi sosial dengan tokoh masyarakat dan pemuda. Pendampingan kegiatan gotong royong dan keagamaan turut menjadi fokus.
Deteksi pendatang baru atau kegiatan mencurigakan merupakan bagian penting dari upaya ini. Edukasi digital dan literasi media juga digalakkan untuk mencegah provokasi konten radikal. Semua ini bertujuan menciptakan lingkungan yang aman.
Memperkuat Moderasi Beragama dan Ketahanan Komunitas
Penguatan moderasi beragama dan toleransi menjadi kunci dalam strategi Pencegahan Terorisme. Ini melibatkan pembangunan pemahaman yang benar tentang ajaran agama. Tujuannya adalah menangkal narasi ekstremisme yang seringkali menyalahgunakan agama.
Pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat juga berperan penting dalam mengurangi kerentanan terhadap paham radikal. Dengan masyarakat yang sejahtera, potensi terpapar ideologi menyimpang dapat diminimalisir. Program-program pemberdayaan perlu terus digalakkan.
Sinergi antara Babinsa, Bhabinkamtibmas, aparat kelurahan, dan masyarakat sangat diperlukan. Kolaborasi ini bertujuan menciptakan lingkungan yang aman, kondusif, dan tangguh. Ini adalah fondasi kuat untuk mencegah ancaman terorisme.