Gubernur Bali Tindak Tegas Vila Prostitusi dan Pelanggaran Akomodasi Wisata
Gubernur Bali, Wayan Koster, akan menindak tegas vila-vila yang digunakan untuk prostitusi dan pelanggaran usaha akomodasi wisata lainnya demi menjaga citra pariwisata Bali.

Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan akan menindak tegas praktik prostitusi di vila-vila dan berbagai pelanggaran dalam usaha akomodasi wisata di Bali. Pernyataan tegas ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Daerah se-Bali di Kabupaten Badung, Rabu (12/3). Langkah ini diambil sebagai respon atas banyaknya laporan yang diterima mengenai pelanggaran tersebut, yang dinilai telah merusak citra pariwisata Bali.
Menurut Gubernur Koster, banyak vila yang digunakan sebagai tempat praktik prostitusi, dan yang lebih memprihatinkan, para wisatawan asing yang menginap di tempat tersebut tidak membayar pajak hotel dan restoran. Ia menegaskan perlunya penertiban usaha akomodasi pariwisata yang berizin dan taat aturan. "Laporan prostitusi dan juga wisatawan asing menginap di situ tapi tidak bayar pajak hotel dan restoran, banyak vila seperti itu, ke depan tertib harus berizin," tegasnya.
Penertiban usaha akomodasi pariwisata ini menjadi program super prioritas Pemprov Bali. Pemprov akan mengidentifikasi usaha-usaha seperti hotel, vila, restoran, kelab pantai, karaoke, dan spa yang melanggar peraturan. Selain praktik prostitusi, pelanggaran lain yang menjadi sorotan adalah pelanggaran sempadan pantai, penguasaan pantai yang merugikan masyarakat lokal, gangguan terhadap upacara adat, penyalahgunaan vila, dan keberadaan ‘kampung eksklusif’ warga negara asing (WNA) yang tidak berizin.
Penindakan Tegas terhadap Pelanggar
Gubernur Koster menegaskan komitmennya untuk menindak tegas semua pelanggaran. Ia menyebutkan akan melakukan tindakan keras pada periode 2025-2030 terhadap pihak-pihak yang merusak keindahan dan kebersihan Bali. "Tentu kita harus mengecek siapa mitra mereka supaya bisa kita tata dengan baik supaya Bali ini tertib, tahun 2025-2030 saya akan melakukan tindakan keras dan tegas ke semua pihak yang bikin Bali ini leteh (kotor) supaya aura Bali tampil kembali dengan kuat," ujarnya.
Pemprov Bali akan menerapkan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku dan memastikan keberpihakan kepada masyarakat lokal. Usaha pariwisata harus memenuhi ketentuan minimal 90 persen pekerja berasal dari Bali dan membatasi jam operasional. Pelanggaran terhadap sempadan pantai, penguasaan pantai yang merugikan warga, gangguan upacara adat, dan penyalahgunaan vila untuk prostitusi akan ditindak tegas.
Gubernur Koster juga menekankan larangan bagi usaha pariwisata untuk memanfaatkan warga lokal demi kepentingan perizinan. "Dilarang melanggar sempadan pantai, menguasai pantai sehingga menyulitkan masyarakat lokal hingga mengganggu kesucian upacara adat, dilarang menyalahgunakan vila, rumah, atau sejenisnya untuk praktik prostitusi, akan kami tindak tegas karena itu saya mohon dukungan agar bisa menjalankan dengan baik, kalau tidak Bali ini kacau," tegasnya.
Kewenangan Aparat dan Desa Adat
Wayan Koster memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada para pelanggar. Desa adat juga diberikan peran untuk melakukan penertiban dan membuat pararem (peraturan adat). Langkah ini diambil untuk mengembalikan ketertiban dan menjaga citra pariwisata Bali yang telah tercoreng.
Gubernur Koster menyatakan keprihatinannya atas kondisi yang sudah kacau dan tidak bisa dibiarkan berlanjut. Ia khawatir hal ini akan menurunkan citra Bali dan menyebabkan penurunan kunjungan wisatawan. "Supaya Bali tertib lagi, sudah kacau balau ini tidak bisa dibiarkan terus nanti citra kita menurun dan pariwisata Bali ditinggalkan," katanya.
Dengan tindakan tegas ini, diharapkan Bali dapat kembali menampilkan keindahan dan kearifan lokalnya, serta menjaga kelestarian pariwisatanya untuk masa depan.