Hakim Agung Yanto Dikukuhkan sebagai Guru Besar Unissula: Dorong Restitusi Kasus Penggelapan
Hakim Agung MA Prof. KPH. Yanto dikukuhkan sebagai guru besar Unissula Semarang, menekankan pentingnya restitusi dalam kasus penggelapan jabatan dan reformasi hukum terkait.

Semarang, 7 Februari 2024 - Dalam sebuah acara pengukuhan yang bersejarah, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Prof. KPH. Yanto, resmi menyandang gelar guru besar kehormatan dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Acara yang dipimpin langsung oleh Rektor Unissula, Prof. Gunarto, di Auditorium Unissula, Jumat lalu, menandai tonggak penting dalam karier beliau yang gemilang.
Penggelapan Jabatan: Isu Mendesak yang Memerlukan Reformasi
Pidato pengukuhan Prof. Yanto, berjudul 'Penggelapan Jabatan Dalam Hukum Indonesia: Tanggungjawab Hukum, Implikasi Moral dan Reformasi', menyoroti isu krusial tentang penggelapan, khususnya dalam konteks jabatan. Beliau menjelaskan definisi penggelapan sebagai tindakan menyembunyikan barang atau harta orang lain secara tidak jujur. Lebih lanjut, Prof. Yanto menekankan bahwa penggelapan dalam lingkungan kerja merupakan masalah mendesak yang menggerogoti kepercayaan dan integritas organisasi.
Secara normatif, penggelapan diatur dalam Pasal 372 hingga 376 KUHP, dengan penggelapan dalam jabatan diatur khusus dalam Pasal 374 KUHP, yang ancaman pidananya mencapai lima tahun penjara. Namun, Prof. Yanto berpendapat bahwa regulasi tersebut masih kurang memadai. Beliau mengusulkan adanya mekanisme restitusi, di mana pelaku wajib mengembalikan kerugian kepada korban. Hal ini, menurutnya, akan mendorong akuntabilitas, membangun kepercayaan publik, dan mencegah penggelapan di masa mendatang.
Restitusi: Kunci untuk Membangun Kepercayaan dan Akuntabilitas
Prof. Yanto secara tegas merekomendasikan agar pengaturan hukum di Indonesia terkait penggelapan dalam jabatan mencakup ketentuan restitusi. "Maka direkomendasikan agar pengaturan hukum di Indonesia terkait penggelapan dalam jabatan harus mencakup ketentuan restitusi, yang mendorong pelaku untuk mengembalikan dana yang dicuri kepada korban," tegasnya. Beliau berpendapat bahwa pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga akan membantu memulihkan kepercayaan masyarakat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga terkait.
Lebih lanjut, Prof. Yanto mengakui bahwa pengaturan pertanggungjawaban pidana, khususnya mengenai ganti rugi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), masih belum optimal. Perlu pengembangan lebih lanjut untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terdampak. Dalam kasus penggelapan di kantor atau jabatan, pelaku diharapkan mengembalikan dana yang dicuri, meskipun jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah awal yang digelapkan. Bahkan, mungkin perlu melacak keberadaan uang yang digelapkan, termasuk aset aktif pelaku, untuk mengantisipasi upaya pencucian uang.
Lebih dari Seorang Hakim: Kiprah Prof. Yanto di Berbagai Bidang
Prof. Yanto bukan hanya dikenal sebagai sosok berpengaruh di dunia hukum. Beliau juga seorang akademisi, penulis buku, dalang, komponis, musisi, dan olahragawan. Kombinasi keahlian yang luar biasa ini membuatnya meraih Rekor MURI pada 2 Desember 2023 sebagai hakim dengan lintas bidang terbanyak. Kiprahnya dalam melestarikan budaya Jawa, khususnya wayang, bahkan membuatnya dianugerahi gelar Kanjeng Pangeran oleh Keraton Solo.
Unissula Apresiasi Kontribusi Prof. Yanto
Rektor Unissula, Prof. Gunarto, menjelaskan bahwa pengukuhan Prof. Yanto sebagai guru besar kehormatan telah melalui proses yang ketat sesuai Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021. Prof. Gunarto mengapresiasi gagasan Prof. Yanto tentang transformasi bagi pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan untuk membayar denda atau restitusi ganti kerugian. "Prof Yanto memiliki tujuh karya ilmiah yang terindeks Scopus, kemudian 15 karya yang masuk jurnal Sinta 2, dan sembilan buku yang dihasilkan. Beliau ini adalah kader terbaik yang dimiliki Indonesia, intelektual berbobot di institusi MA," puji Prof. Gunarto.
Pengukuhan Prof. Yanto sebagai guru besar kehormatan Unissula bukan hanya sebuah penghargaan atas prestasinya, tetapi juga sebuah pengakuan atas dedikasinya dalam memajukan hukum dan budaya Indonesia. Gagasannya tentang restitusi dalam kasus penggelapan jabatan diharapkan dapat menjadi landasan bagi reformasi hukum yang lebih adil dan berpihak kepada korban.