Indonesia: Pemain Kunci Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik Global?
Indonesia berpotensi besar menjadi pemain kunci ekosistem baterai kendaraan listrik global, didukung komitmen pemerintah dan potensi bahan baku baterai yang melimpah, namun perlu strategi hilirisasi yang tepat dan kolaborasi antar sektor.

Jakarta, 18 Februari 2025 - Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menyatakan Indonesia memiliki peluang emas untuk menjadi pemain utama dalam ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) global. Dukungan kuat pemerintah menjadi kunci keberhasilan potensi ini. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta, Selasa lalu, menekankan pentingnya peran Indonesia di tengah perkembangan global sektor energi.
Potensi Besar, Tantangan Besar
Dewi menekankan pentingnya memanfaatkan momentum perkembangan global ini. Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, berpotensi besar untuk menjadi pemain kunci dalam industri baterai EV. Hal ini sejalan dengan prioritas pemerintah dalam hilirisasi industri. Namun, potensi ini harus diimbangi dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang kuat antar sektor.
Perusahaan milik negara, PT Indonesia Battery Corporation (IBC), yang sahamnya dimiliki oleh PT Antam, PT Inalum (Persero), PT Pertamina New & Renewable Energy, dan PT PLN (Persero), memiliki peran krusial. Dewi mendorong IBC untuk mengonsolidasikan dukungan pemerintah dan pemegang saham agar potensi ekosistem kendaraan listrik nasional dapat berkembang maksimal. IBC juga perlu mengatasi berbagai kendala lintas sektor, mulai dari produksi baterai, pembangunan infrastruktur pengisi daya, hingga pemberian insentif bagi industri.
Hilirisasi: Kunci Sukses Indonesia
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR pada Senin (17/2/2025), Dewi meminta IBC untuk menyusun rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) yang realistis dan menguntungkan. Data IBC menunjukkan fakta menarik: Indonesia menyumbang hampir 40-45 persen bahan baku baterai EV dunia. Ironisnya, bahan baku ini diolah di negara lain, seperti China, sebelum didistribusikan ke Amerika Serikat dan Eropa. Hilirisasi menjadi kunci untuk mengubah keadaan ini dan menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan, bukan hanya pemasok bahan baku mentah.
Infrastruktur dan Insentif: Mendukung Pertumbuhan EV
Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik. Langkah ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM) dan mengatasi masalah polusi udara. Industri baterai EV menjadi tulang punggung ekosistem kendaraan listrik, dan perkembangannya harus didukung penuh. Dalam beberapa tahun terakhir, baik pemerintah maupun swasta telah gencar membangun infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan fasilitas home charging services (HCS). Jumlah SPKLU meningkat drastis, dari sekitar 1.000 unit pada 2023 menjadi lebih dari 3.000 unit pada 2024, peningkatan sebesar 300 persen. Demikian pula dengan HCS, yang tumbuh lebih dari 300 persen, dari 9.000 unit pada 2023 menjadi 28.000 unit pada 2024.
Kementerian ESDM bahkan memproyeksikan pembangunan SPKLU akan terus meningkat pesat dalam beberapa tahun ke depan. Proyeksi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Target pembangunan SPKLU pada 2025 mencapai 5.810 stasiun, 9.633 stasiun pada 2026, 14.339 stasiun pada 2027, dan mencapai 26.251 SPKLU pada 2028.
Kesimpulan
Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemain kunci dalam ekosistem baterai EV global. Namun, keberhasilan ini membutuhkan strategi hilirisasi yang komprehensif, kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta, serta dukungan infrastruktur yang memadai. Dengan komitmen dan kerja sama yang solid, Indonesia dapat merealisasikan potensi ini dan menjadi pemimpin di industri baterai EV global.