Industri Hilir Sawit Dukung Swasembada Pangan dan Energi, Dorong Investasi dan Kerja Sama BRICS
Industri hilir sawit Indonesia siap mendukung percepatan swasembada pangan dan energi nasional dengan mengoptimalkan kerja sama internasional, khususnya BRICS, serta mendorong investasi di sektor hilirisasi.

Jakarta, 13 Maret 2024 (ANTARA) - Pelaku usaha industri hilir sawit menyatakan dukungan penuh terhadap pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen dan percepatan swasembada pangan serta energi. Hal ini disampaikan dalam acara buka puasa bersama Aprobi, Gimni, dan Apolin dengan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan).
Dua kunci utama di sektor sawit diutarakan untuk mendukung target tersebut. Pertama, mengoptimalkan kerja sama internasional, khususnya melalui kerja sama dengan negara-negara BRICS. Kedua, mendorong investasi besar-besaran di sektor hilirisasi sawit untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), Rapolo Hutabarat, menekankan pentingnya memanfaatkan kerja sama ekonomi bilateral Indonesia dengan berbagai negara. Ia menyoroti potensi yang belum tergali sepenuhnya dari kerja sama ini dalam meningkatkan ekspor produk sawit.
Kerja Sama BRICS dan Investasi Hilirisasi
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) dinilai sebagai peluang emas bagi sektor sawit. Negara-negara BRICS tidak memberlakukan hambatan dagang terhadap produk sawit, sehingga membuka pasar yang luas bagi Indonesia. Rapolo berharap kerja sama ini dapat menarik investasi dari negara-negara BRICS dan menjadikan mereka sebagai pasar utama produk sawit Indonesia.
Lebih lanjut, Rapolo menyoroti perlunya peningkatan hilirisasi sawit untuk menciptakan produk bernilai tambah tinggi. Ia mencontohkan produk fitonutrien seperti betakaroten, tokoferol, dan tokotrienol yang memiliki pangsa pasar mencapai 10 miliar dolar AS dalam tiga tahun terakhir. Namun, belum ada perusahaan farmasi Indonesia yang memproduksi produk-produk ini.
Potensi pasar produk fitonutrien diperkirakan mencapai 15 miliar dolar AS per tahun, atau 50 persen dari total ekspor sawit. Rapolo menekankan perlunya alih teknologi dan insentif pemerintah untuk menarik investasi di sektor ini, termasuk melalui negosiasi dengan negara-negara BRICS.
Ketidakpastian Regulasi dan Dukungan Biodiesel
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni), Sahat Sinaga, mendukung kebijakan pemerintah yang menetapkan sawit sebagai aset nasional. Namun, ia menyoroti tantangan berupa ketidakpastian regulasi, seperti Perpres 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang berpotensi berdampak negatif terhadap industri sawit.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Ernest Gunawan, mengungkapkan dukungan terhadap program biodiesel pemerintah. Program B35 pada tahun 2024 menunjukkan penyaluran biodiesel yang baik dengan realisasi mencapai 13,1 juta kiloliter (KL) atau hampir 98 persen.
Untuk mendukung program B50, dibutuhkan kapasitas terpasang sebesar 24-25 juta KL, sementara kapasitas saat ini hanya 19,6 juta KL. Ernest menekankan perlunya tambahan kapasitas sekitar 4-5 juta KL, serta kenyamanan berusaha dan kepastian hukum untuk mendorong investasi dan ekspansi di sektor ini.
Peningkatan kapasitas produksi biodiesel menjadi sangat penting untuk mendukung target swasembada energi nasional. Investasi dan regulasi yang kondusif akan menjadi kunci keberhasilan program ini.
Secara keseluruhan, industri hilir sawit memiliki peran strategis dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi dan swasembada pangan dan energi nasional. Kerja sama internasional, investasi di hilirisasi, serta regulasi yang kondusif menjadi faktor kunci keberhasilannya.