Integrasi Digital BPKH: DPR Tekankan Pentingnya Memahami Profil Jamaah Haji Terlebih Dahulu
Sebelum integrasi layanan digital BPKH diterapkan, DPR RI menekankan perlunya memahami profil jamaah haji untuk memastikan layanan optimal dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.

Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menekankan pentingnya memahami profil jamaah haji sebelum mengimplementasikan integrasi layanan digital BPKH. Hal ini disampaikan dalam rapat bersama para pemimpin asosiasi haji dan umrah di Jakarta, Rabu (5/3). Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap usulan integrasi layanan digital BPKH untuk meningkatkan transparansi dan menerima masukan publik dari Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).
Marwan menjelaskan bahwa profil jamaah haji sangat beragam. "Profil jamaah kita harus dipahami dulu. Kalau berbicara jamaah haji khusus, ya mereka pakai gadget yang seperti ini pun selesai. Tapi kan jamaah reguler kita ini pak, dari sudut-sudut kampung sana," ujarnya. Oleh karena itu, integrasi digital harus dirancang agar dapat menjangkau dan melayani seluruh lapisan masyarakat, baik yang dari kalangan atas maupun dari daerah terpencil.
Meskipun demikian, DPR RI tetap terbuka terhadap usulan integrasi layanan digital. Pihaknya akan berupaya mengakomodasi ide tersebut dengan penyesuaian yang tepat agar layanan haji dan umrah dapat menjangkau semua kalangan. Marwan menambahkan bahwa jika pengelolaan keuangan BPKH sudah memadai, bahkan melebihi standar, maka tidak ada yang perlu dipersoalkan. Saat ini, fokusnya adalah melipatgandakan manfaat dari institusi tersebut.
Integrasi Digital dan Usulan AMPHURI
Rapat tersebut juga membahas berbagai usulan, salah satunya dari Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI). AMPHURI mengusulkan agar BPKH berfungsi sebagai bank haji, sehingga masyarakat tidak hanya dapat menyetorkan dana haji, tetapi juga dapat mengelola dananya seperti di bank syariah lainnya. Marwan menanggapi usulan ini dengan hati-hati. Ia menyatakan bahwa perlu pertimbangan matang terkait rumusan tersebut, mengingat aspek hukum perbankan dan potensi pemanggilan oleh Komisi VI DPR terkait tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Selain itu, perlu dipertimbangkan dampak kebijakan Arab Saudi terkait kemungkinan pembukaan haji secara mandiri. Hal ini berpotensi menggeser minat masyarakat, terutama bagi mereka yang mampu, dari haji furoda dan haji khusus ke haji mandiri. "Yang habis itu bapak-bapak. Jadi furoda tidak akan laku lagi yang selama ini bapak kelola selain haji khusus. Nanti akan terjadi pergeseran minat masyarakat yang punya uang tidak lagi lewat furoda tapi haji mandiri," jelas Marwan.
Dengan demikian, DPR RI menekankan pentingnya perencanaan yang matang dan komprehensif sebelum mengimplementasikan integrasi layanan digital BPKH. Integrasi tersebut harus dirancang agar inklusif dan dapat melayani seluruh lapisan masyarakat, serta mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk regulasi dan potensi perubahan kebijakan dari Arab Saudi.
Poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Memahami profil jamaah haji yang beragam sebelum implementasi integrasi digital.
- Menyesuaikan integrasi digital agar dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
- Mempelajari usulan AMPHURI tentang BPKH sebagai bank haji dengan mempertimbangkan aspek hukum dan CSR.
- Mempertimbangkan dampak kebijakan Arab Saudi terkait haji mandiri terhadap minat masyarakat.
Kesimpulannya, DPR menekankan perlunya pendekatan yang hati-hati dan komprehensif dalam pengembangan layanan digital BPKH, dengan prioritas utama pada pemahaman kebutuhan jamaah haji dari berbagai latar belakang.