Julmansyah, Mantan Sekjen Asosiasi KPH Indonesia, Jadi Direktur PKTHA Kemenhut
Julmansyah, mantan Sekjen Asosiasi KPH Indonesia, resmi dilantik sebagai Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut, membawa fokus baru pada penyelesaian konflik tenurial dengan melibatkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Mataram, 24 Januari 2024 - Julmansyah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Indonesia, memulai babak baru dalam kariernya. Ia resmi dilantik sebagai Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) di Jakarta, Kamis lalu. Posisi ini menjadi tantangan besar, mengingat tingginya intensitas konflik tenurial di berbagai kawasan hutan Indonesia.
Dalam wawancara di Mataram pada Jumat, Julmansyah mengakui kompleksitas tugas barunya. Ia menekankan pentingnya keterlibatan KPH dalam penyelesaian konflik. Menurutnya, seluruh hutan Indonesia telah terbagi ke dalam berbagai KPH, meliputi KPH Lindung (wenang pemerintah provinsi), KPH Produksi, dan KPH Konservasi (wenang pemerintah pusat). Tercatat hampir 500 unit KPH produksi dan lindung berada di bawah pemerintah provinsi.
Strategi penyelesaian konflik ke depan, menurut Julmansyah, melibatkan organisasi di tingkat tapak, yaitu KPH. Kemenhut berencana menggolongkan masalah konflik tenurial berdasarkan prioritas, kemudian mendistribusikan beban penanganannya kepada unit kerja di berbagai tingkatan. Ini termasuk Unit Pelaksana Tugas (UPT) Kemenhut, UPT Provinsi, dan organisasi perangkat daerah.
Langkah ini sejalan dengan upaya kolaborasi yang telah dirintis. Sebelumnya, pada 3 Januari 2024, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bertemu dengan organisasi masyarakat sipil untuk membahas strategi pengelolaan hutan adat. Hasilnya, dibentuklah Satgas Hutan Adat untuk meningkatkan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehutanan.
Data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menunjukkan luas wilayah yang perlu diverifikasi dan ditetapkan sebagai hutan adat mencapai 5 juta hektare. Pengakuan pemerintah atas hutan adat bukan hanya penting untuk pelestarian lingkungan lewat kearifan lokal, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat adat, meliputi penyediaan pangan lokal dan pengembangan agroforestri untuk ketahanan pangan dan energi.
Julmansyah, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), membawa pengalaman berharga dalam menangani isu kehutanan. Pengalamannya ini diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam menyelesaikan konflik tenurial dan mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Indonesia.
Pelantikan Julmansyah menandai komitmen pemerintah untuk lebih melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik tenurial. Dengan pengalaman dan strategi baru, diharapkan permasalahan ini dapat teratasi dengan lebih efektif dan adil.