Kebijakan Ekonomi Efektif: Strategi Pencegahan Konflik di Indonesia
Penelitian IMF menunjukkan kebijakan ekonomi yang tepat, seperti pengelolaan fiskal yang baik dan pasar tenaga kerja yang tangguh, dapat mencegah konflik di Indonesia, mengurangi kerugian ekonomi hingga ratusan miliar dolar.

Konflik bersenjata menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat besar, mulai dari korban jiwa hingga kerugian ekonomi yang signifikan. Hal ini diperkuat oleh penelitian terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menunjukkan bahwa kebijakan makroekonomi yang efektif berperan penting dalam mencegah konflik bersenjata. Setiap dolar yang diinvestasikan untuk pencegahan konflik dapat menghemat antara 26 hingga 103 dolar dari biaya-biaya terkait konflik, termasuk bantuan kemanusiaan dan hilangnya produktivitas ekonomi.
Indonesia, dengan sejarah konflik di Aceh, Poso, dan Papua, merasakan dampak ekonomi yang signifikan akibat konflik. Konflik berkepanjangan dapat menyebabkan negara kehilangan 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Contohnya, perang saudara di Suriah mengakibatkan kontraksi ekonomi lebih dari 60%, dengan kerugian mencapai 226 miliar dolar AS dalam satu dekade. Di Indonesia sendiri, konflik di Aceh, Poso, dan Papua telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, penerapan kebijakan ekonomi yang tepat menjadi sangat krusial bagi Indonesia untuk mencegah konflik dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. IMF mengidentifikasi tiga area utama kebijakan makroekonomi yang efektif dalam menurunkan risiko konflik: pengelolaan fiskal yang baik, pasar tenaga kerja yang tangguh, dan keterlibatan internasional.
Pengelolaan Fiskal yang Baik
Negara dengan pengelolaan fiskal yang baik cenderung memiliki tingkat konflik yang lebih rendah. Pemerintah yang mampu mengumpulkan pendapatan pajak yang cukup dan mengalokasikan dana untuk pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi potensi konflik. Data IMF menunjukkan negara dengan rasio pendapatan pajak terhadap PDB yang lebih tinggi memiliki peluang konflik 50% lebih rendah. Di Indonesia, peningkatan penerimaan pajak dapat memperkuat kapasitas negara dalam menyediakan layanan publik dan infrastruktur di daerah rawan konflik. Meskipun penerimaan pajak Indonesia pada 2022 mencapai Rp2.034 triliun, rasio pajak terhadap PDB masih rendah (sekitar 9,1%), dibandingkan rata-rata negara berkembang (15-20%).
Peningkatan efisiensi pajak dan penguatan anggaran pembangunan sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketimpangan yang dapat memicu ketegangan sosial. Alokasi dana yang tepat sasaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di daerah rawan konflik akan sangat membantu.
Dengan meningkatkan efisiensi pajak dan memperkuat anggaran pembangunan, pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketimpangan yang menjadi pemicu ketegangan sosial.
Pasar Tenaga Kerja yang Tangguh
Tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di kalangan pemuda, meningkatkan risiko kekerasan dan ketidakstabilan. Peningkatan 1% dalam tingkat pengangguran dapat meningkatkan kemungkinan konflik sebesar 5%. Di Indonesia, tingkat pengangguran terbuka pada 2023 mencapai 5,32% (sekitar 7,86 juta orang). Wilayah dengan tingkat pengangguran tinggi, seperti Papua dan Maluku, menghadapi risiko ketegangan sosial yang lebih besar.
Kebijakan yang mendorong penciptaan lapangan kerja, seperti investasi di sektor padat karya, pengembangan UMKM, dan program pelatihan vokasi, sangat penting. Program Kartu Prakerja, yang telah menjangkau 17,2 juta penerima manfaat, merupakan contoh kebijakan yang dapat diperluas untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Peningkatan akses terhadap modal usaha bagi masyarakat di daerah konflik juga perlu diperhatikan.
Pemerintah perlu fokus pada program-program yang mampu menyerap tenaga kerja, khususnya di daerah rawan konflik. Investasi di sektor padat karya dan pengembangan UMKM akan memberikan dampak yang signifikan.
Keterlibatan Internasional
Dukungan keuangan dan teknis dari lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia dapat membantu negara-negara yang rentan terhadap konflik memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Bantuan keuangan dari IMF dikaitkan dengan penurunan kemungkinan kekerasan sebesar 1,5-4 persen. Indonesia telah menerima berbagai bentuk bantuan internasional, seperti proyek 'Papua Resilience' yang didanai oleh Bank Dunia dan pendanaan dari ADB untuk proyek infrastruktur di Indonesia bagian timur.
Kerjasama internasional sangat penting untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah ekonomi di daerah rawan konflik. Pemanfaatan dana bantuan internasional harus dimaksimalkan dan diawasi dengan ketat agar tepat sasaran.
Peningkatan kerjasama internasional akan memberikan akses terhadap sumber daya dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah ekonomi di daerah rawan konflik.
Implikasi Kebijakan dan Kesimpulan
Indonesia perlu melakukan reformasi pajak dan peningkatan anggaran pembangunan untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB. Penguatan pasar tenaga kerja dan pemberdayaan ekonomi lokal dapat dilakukan melalui pengembangan program pelatihan kerja, insentif investasi, dan memperkuat peran UMKM. Kerja sama internasional perlu ditingkatkan untuk memanfaatkan dukungan keuangan dari lembaga internasional. Dengan memperkuat kapasitas fiskal, menciptakan pasar tenaga kerja yang tangguh, dan meningkatkan keterlibatan internasional, Indonesia dapat mencegah konflik dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Belajar dari pengalaman negara lain seperti Jerman, Korea Selatan, dan Singapura, serta memanfaatkan strategi seperti yang diterapkan Uni Eropa dan China, Indonesia dapat membangun kebijakan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, mengurangi risiko konflik, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Investasi dalam kebijakan ekonomi yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan merupakan strategi vital untuk menjaga stabilitas nasional dan daya saing global.