Kemendagri dan K/L Sepakat Perkuat Penyelesaian RTRW-RDTR untuk Kejelasan Tata Ruang Nasional
Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait sepakat memperkuat sinergi penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk mendukung investasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memimpin langkah besar dalam memperkuat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Indonesia. Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) lintas kementerian/lembaga (K/L) pada Senin, 17 Maret 2024 di Jakarta. MoU ini bertujuan untuk menciptakan sinergisitas dan percepatan penyelesaian RTRW dan RDTR yang selama ini menjadi kendala investasi dan pembangunan.
Penandatanganan MoU tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid, Menteri Transmigrasi M. Iftitah S. Suryanagara, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh. Aris Marfai, dan Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kehutanan Mahfudz. Acara ini berlangsung dalam Rapat Koordinasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman lainnya terkait sinergi tugas dan fungsi di bidang agraria, pertanahan, tata ruang, dan lainnya.
Mendagri Tito Karnavian menekankan pentingnya kepastian hukum terkait RTRW dan RDTR, baik bagi pemerintah maupun dunia usaha. "Kita memerlukan kejelasan, kepastian, tidak hanya pemerintah, tapi juga dunia usaha, ada beberapa permasalahan belum selesai. Terutama yang menyangkut masalah tata ruang, RTRW, Rencana Tata Ruang Wilayah, yang dilanjutkan dengan RDTR, Rencana Detail Tata Ruang Wilayah," tegas Tito. Beliau juga menjelaskan bahwa masih banyak provinsi dan kabupaten/kota yang belum menyelesaikan Perda RTRW, sehingga menghambat pembangunan dan investasi.
Status Penyelesaian RTRW dan RDTR di Indonesia
Berdasarkan data yang disampaikan Mendagri, dari 38 provinsi di Indonesia, baru 19 provinsi yang telah menyelesaikan Peraturan Daerah (Perda) RTRW. Tujuh provinsi sedang dalam proses peninjauan kembali/revisi, empat provinsi menunggu persetujuan substansial, dan satu provinsi dalam tahap evaluasi di Kemendagri. Tiga provinsi dalam proses penetapan dan pengundangan, sementara empat provinsi di Daerah Otonom Baru (DOB) belum memiliki Perda RTRW. Situasi di tingkat kabupaten/kota juga beragam, dengan 55 daerah memiliki Perda RTRW yang masih berlaku, 269 daerah dalam proses revisi, 179 daerah telah menyelesaikan Perda baru hasil revisi, dan 2 daerah belum memiliki Perda RTRW. Tiga daerah lainnya menetapkan RTRW melalui Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN.
Rendahnya angka penyelesaian RTRW dan RDTR ini berdampak signifikan pada ketidakpastian investasi dan hambatan pelaksanaan program pemerintah. Perda RTRW mengatur berbagai hal krusial seperti ruang hijau, ruang permukiman, ruang komersial, dan ruang untuk kepentingan nasional, termasuk program transmigrasi. Kejelasan tata ruang sangat penting untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dan terhindar dari konflik agraria.
Mendagri juga menyoroti peran Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam penyediaan data geospasial yang akurat sebagai dasar penyusunan tata ruang. "Kita menggunakan basisnya adalah dari BIG, Badan Informasi Geospasial, terutama batas-batas wilayahnya. Kemudian, sama untuk pembangunan gedung, itu juga memerlukan tata ruang yang jelas, peta tata ruang yang jelas," ujar Tito. Beliau juga mengingatkan pentingnya revisi RTRW setiap lima tahun untuk menyesuaikan dengan perubahan geologi, geografi, dan dinamika pembangunan.
Ruang Lingkup Nota Kesepahaman
Nota kesepahaman yang ditandatangani mencakup beberapa ruang lingkup penting, antara lain percepatan pendaftaran tanah aset di areal penggunaan lain; pencegahan dan penanganan permasalahan agraria/pertanahan dan tata ruang; dukungan terhadap pelaksanaan program strategis nasional; penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; serta percepatan penyelesaian rencana tata ruang. Kolaborasi lintas K/L ini diharapkan mampu menciptakan tata ruang nasional yang lebih tertata, menciptakan kepastian hukum, dan mendukung investasi serta pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Melalui MoU ini, diharapkan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait akan lebih efektif dan terarah. Dengan demikian, penyelesaian RTRW dan RDTR dapat dipercepat, sehingga memberikan kepastian hukum dan mendorong investasi serta pembangunan ekonomi di Indonesia. Kerja sama ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah untuk mewujudkan tata ruang yang terencana dan berkelanjutan.