Ketua Buzzer Jadi Tersangka Perintangan Perkara di Kejagung, Diduga Terima Rp864 Juta
Kejaksaan Agung menetapkan ketua buzzer, MAM, sebagai tersangka kasus perintangan penanganan perkara korupsi, diduga menerima suap Rp864 juta untuk menyebarkan narasi negatif.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan M Adhiya Muzakki (MAM), seorang ketua buzzer, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penanganan perkara di Kejaksaan Agung. Penetapan tersangka ini diumumkan pada Rabu malam di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. MAM diduga berperan penting dalam upaya sistematis untuk menyebarkan narasi negatif dan merintangi proses hukum tiga kasus korupsi besar.
MAM bukanlah tersangka tunggal. Ia bergabung dengan tiga tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan: Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB). Keempatnya diduga bermufakat jahat untuk menghambat penyelidikan dan persidangan tiga kasus korupsi yang ditangani Kejagung. Kasus-kasus tersebut meliputi korupsi ekspor CPO, korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk, dan korupsi impor gula.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan peran MAM dalam skema tersebut. "Tersangka MAM dan tersangka TB bersepakat dengan tersangka MS dan tersangka JS untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan Agung," ujar Qohar. MAM, atas permintaan MS, membentuk tim Cyber Army yang beranggotakan sekitar 150 buzzer untuk menyebarkan konten negatif di media sosial.
Peran MAM dan Tim Cyber Army
Tim Cyber Army yang dibentuk MAM dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing bertugas menyebarkan narasi negatif yang telah dirancang. Setiap buzzer menerima bayaran Rp1,5 juta dari MAM untuk menyebarkan komentar dan respon negatif terhadap berita dan konten negatif yang dibuat TB. Konten-konten tersebut, antara lain, berupa video yang berisi pernyataan MS dan JS yang mempertanyakan metodologi penghitungan kerugian negara oleh ahli Kejagung.
Video-video dan konten negatif ini disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter. MAM juga diduga menghilangkan barang bukti berupa ponsel yang berisi percakapan dengan MS dan JS terkait konten negatif tersebut. Upaya ini, menurut Qohar, bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan merintangi proses hukum di persidangan.
Sebagai imbalan atas jasanya, MAM menerima uang sebesar Rp864.500.000 dari MS melalui staf keuangan Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF). Jumlah ini terdiri dari dua transfer, yaitu Rp697.500.000 dan Rp167.000.000.
Dakwaan dan Penahanan
Atas perannya, MAM disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, MAM langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Dengan ditahannya MAM, total tersangka dalam kasus perintangan penanganan perkara ini menjadi empat orang. Kasus ini menyoroti upaya sistematis untuk menghambat proses penegakan hukum dan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara adil dan transparan.
Kronologi Singkat:
- Kejagung menetapkan MAM sebagai tersangka perintangan perkara.
- MAM memimpin tim Cyber Army beranggotakan 150 buzzer.
- Tim menyebarkan narasi negatif di media sosial atas perintah MS dan JS.
- MAM menerima suap Rp864.500.000 dari MS.
- MAM ditahan selama 20 hari.