KKP Perkuat Budidaya Rajungan: Dorong Ekspor dan Lestarikan Alam
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong budidaya rajungan untuk memenuhi permintaan ekspor yang tinggi dan mencegah eksploitasi alam, melalui restocking dan kerja sama dengan masyarakat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gencar memperkuat budidaya rajungan di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap peningkatan permintaan ekspor yang signifikan dan untuk mencegah penangkapan rajungan di alam secara berlebihan. KKP menerapkan strategi restocking dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam budidaya berkelanjutan. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu (Tebe), di Jakarta pada Senin, 12 Mei 2024.
Meningkatnya permintaan rajungan di pasar internasional, terutama Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa, mendorong KKP untuk mengambil langkah strategis ini. Pada tahun 2024, rajungan dan kepiting menempati posisi keempat sebagai komoditas ekspor utama Indonesia setelah udang, tuna-cakalang, dan cumi-sotong-gurita, dengan nilai mencapai 513,35 juta dolar Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan potensi ekonomi yang besar dari komoditas ini.
"Budidaya rajungan merupakan langkah strategis untuk menjaga kelestarian ekosistem rajungan dan sekaligus menjamin stabilitas perekonomian masyarakat pesisir secara berkelanjutan," ujar Tebe. KKP berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan sektor perikanan Indonesia, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.
Kerja Sama KKP dan APRI: Menuju Pembenihan Rajungan yang Berkelanjutan
Salah satu upaya KKP dalam memperkuat budidaya rajungan adalah melalui kerja sama dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI). Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, milik KKP, telah berkolaborasi dengan APRI selama satu tahun terakhir dalam memberikan pendampingan teknis terkait teknologi pembenihan rajungan.
Kolaborasi ini telah menunjukkan hasil yang signifikan. APRI dan BBPBAP Jepara berhasil melewati tahap kritis dalam pembenihan, yaitu dari fase zoea menjadi megalopa. Keberhasilan ini dicapai berkat penanganan maksimal dalam hal kualitas air, pakan, dan nutrisi. Setelah menjadi crablet, rajungan selanjutnya masuk tahap grading untuk memastikan kualitas benih.
BBPBAP Jepara sendiri telah berhasil melakukan pembenihan rajungan hingga menghasilkan crablet sejak tahun 2004. Sejak tahun 2016, BBPBAP telah memproduksi sekitar 3,5 juta ekor crablet yang didistribusikan ke berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat, termasuk Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, Cilacap, Brebes, Pekalongan, dan Semarang.
"Target dari kolaborasi ini adalah agar unit hatchery milik APRI dapat menghasilkan crablet rajungan secara rutin dan berkelanjutan," jelas Kepala BBPBAP Jepara, Supito. Hal ini menunjukkan komitmen jangka panjang dalam pengembangan budidaya rajungan.
Restocking dan Ekonomi Biru
Board of Director (BOD) APRI, Wita Setioko, menyampaikan bahwa kolaborasi tersebut telah menghasilkan sekitar 250 ribu ekor crablet yang telah di-restocking di perairan Situbondo. Langkah restocking ini sangat penting untuk menjaga populasi rajungan di alam.
"Budidaya rajungan dengan pengembangan teknologi pembenihannya menjadi peluang menjanjikan untuk keberlanjutan menuju ekonomi biru," kata Wita. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk mengembangkan ekonomi biru yang berkelanjutan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga telah mendorong pengembangan budidaya perikanan, khususnya pada lima komoditas unggulan ekspor, termasuk rajungan. Pengembangan budidaya ini bertujuan untuk memaksimalkan peluang pasar dan sekaligus menjaga keberlanjutan habitat perikanan di alam.
Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan budidaya rajungan di Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi pada peningkatan perekonomian masyarakat serta pelestarian lingkungan. KKP berkomitmen untuk terus mendukung para pembudidaya rajungan dalam menjalankan usahanya secara berkelanjutan.