Konflik Pengelolaan Wisata Rinjani: Balai TNGR Mediasi Asosiasi Pariwisata
Balai TNGR mengumpulkan asosiasi wisata Rinjani untuk meredam konflik pengelolaan pintu pendakian dan mencari solusi atas lonjakan jumlah pendaki.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Selasa, 15 April 2025, menggelar pertemuan dengan berbagai asosiasi dan forum wisata Gunung Rinjani. Pertemuan ini bertujuan meredam konflik terkait pengelolaan pintu masuk pendakian yang kerap terjadi, terutama saat lonjakan jumlah pendaki. Konflik ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS) dan masyarakat sekitar yang mengelola jalur pendakian Sembalun. Permasalahan ini muncul karena perbedaan kepentingan dan pengelolaan sumber daya wisata yang ada.
Konflik horisontal ini telah menjadi permasalahan tahunan, terutama setelah penutupan pendakian selama tiga bulan dan saat Hari Kemerdekaan RI. Lonjakan jumlah pendaki memicu persaingan dan perebutan akses pendakian. Sebagai contoh, ATOS meminta penambahan kuota pendaki di jalur Senaru dari 150 orang per hari menjadi tidak terbatas, sementara pengelola jalur Sembalun menginginkan pengelolaan mandiri dengan konsep wisata premium.
Kepala Balai TNGR, Yarman, menjelaskan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk mengkonfirmasi perkembangan pengelolaan TNGR secara kekeluargaan dan meminta masukan terkait berbagai persoalan yang ada. "Pertemuan itu bertujuan untuk mengonfirmasi perkembangan pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani secara kekeluargaan dan meminta masukan terkait berbagai persoalan yang ada," kata Yarman dalam pernyataan resminya. Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang mengakomodasi semua pihak dan menjaga kelestarian Taman Nasional Gunung Rinjani.
Konflik Kuota Pendaki dan Konsep Wisata
Permintaan penambahan kuota pendaki oleh ATOS didasari oleh lonjakan jumlah pendaftar melalui jalur Senaru. Mereka beralasan kuota 150 pendaki per hari tidak mampu mengakomodasi permintaan. Sebaliknya, asosiasi dan masyarakat di jalur Sembalun mengusulkan pengelolaan mandiri dengan konsep wisata premium, menganggap wisata berbasis kuantitas dapat merusak kelestarian lingkungan dan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Mereka ingin menerapkan sistem yang lebih terkontrol dan berkualitas.
Balai TNGR menegaskan bahwa kuota 700 pendaki per hari sudah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung Gunung Rinjani. Kuota tersebut dibagi ke enam jalur pendakian: Senaru (150), Torean (100), Sembalun (150), Timbanahu (100), Tete Batu (100), dan Aiq Beriq (100). Keputusan ini diambil untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan para pendaki.
Meskipun demikian, Balai TNGR tetap membuka ruang dialog dan mencari solusi terbaik untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi untuk mencapai pengelolaan wisata yang berkelanjutan.
Alternatif Wisata dan Dampak Ekonomi
Selain jalur pendakian, Gunung Rinjani memiliki 21 destinasi wisata non-pendakian, seperti bukit, air terjun, dan padang savana. Destinasi-destinasi ini dapat menjadi alternatif bagi wisatawan yang tidak mendapatkan tiket pendakian. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada jalur pendakian utama dan menyebarkan dampak ekonomi ke wilayah yang lebih luas.
Pengelolaan TNGR melibatkan pemberdayaan masyarakat sekitar, dengan 179 izin operator pendakian, 458 porter, dan 867 pemandu wisata. Masyarakat juga terlibat dalam penyediaan akomodasi, penyewaan peralatan, dan transportasi. Peningkatan kunjungan wisata berdampak positif pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), meningkat dari Rp14,7 miliar pada 2023 menjadi Rp22,5 miliar pada 2024, dengan efek berganda ekonomi mencapai Rp109 miliar.
Pemerintah Provinsi NTB juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas layanan dan inovasi atraksi wisata di sekitar Gunung Rinjani. Sekretaris Daerah NTB, Lalu Gita Ariadi, mendorong kreativitas dalam menciptakan daya tarik wisata di kaki gunung, seperti mendaki bukit dan menikmati keindahan air terjun, sebagai alternatif sebelum mencapai puncak.
Balai TNGR berharap sinergi antara berbagai pihak dapat terus ditingkatkan untuk pengelolaan wisata yang berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak. Dengan demikian, konflik yang ada dapat diselesaikan secara damai dan berkelanjutan, demi menjaga keindahan dan kelestarian Gunung Rinjani.