KPI DKI Jakarta Dorong Reformasi Ekosistem Media Nasional
KPI DKI Jakarta mengusulkan reformasi ekosistem media nasional untuk keberlangsungan industri media di tengah krisis ekonomi dan perubahan lanskap media digital.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta menyerukan reformasi menyeluruh ekosistem media nasional. Seruan ini dilatarbelakangi krisis ekonomi yang tengah melanda industri media dan perubahan lanskap media yang begitu cepat, terutama dengan hadirnya platform digital. Wakil Ketua KPI DKI Jakarta, Rizky Wahyuni, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada Jumat lalu.
Menurut Rizky, krisis ini bukan hanya masalah ekonomi semata, tetapi juga mengancam keberlangsungan demokrasi informasi di Indonesia. Ia menekankan perlunya reformasi kebijakan dan regulasi untuk menciptakan landasan yang kokoh bagi keberlangsungan industri media dalam jangka panjang. Perubahan mendasar dibutuhkan agar media dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat dan kompleks.
Reformasi yang diusulkan mencakup berbagai aspek, mulai dari perluasan regulasi ke platform digital seperti OTT, media sosial, dan agregator berita hingga sinkronisasi regulasi di berbagai tingkatan pemerintahan untuk menghindari tumpang tindih wewenang. Penguatan lembaga pengawas seperti KPI dan Dewan Pers juga menjadi bagian penting dari rencana reformasi ini, termasuk peningkatan kapasitas teknologi dan dukungan hukum.
Perluasan Regulasi dan Perlindungan Konten
Salah satu poin penting yang diusulkan KPI DKI Jakarta adalah regulasi kompensasi konten. Platform digital, menurut Rizky, harus membayar konten berita yang mereka gunakan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan antara media konvensional dan digital. Selain itu, negosiasi kolektif melalui asosiasi media Indonesia juga dianggap penting untuk meningkatkan daya tawar media dalam bermitra dengan platform global.
Perlindungan konten dan jurnalisme berkualitas juga menjadi fokus utama. KPI DKI Jakarta mengusulkan adanya standar konten berkualitas yang mencakup nilai edukatif, kebangsaan, dan keberimbangan. Perlindungan hak cipta dan monetisasi konten, termasuk lisensi yang adil dengan OTT, juga menjadi bagian penting dari usulan ini.
Penguatan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan media komunitas sebagai penyedia utama konten publik juga diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan literasi dan edukasi media secara nasional, yang melibatkan sekolah, kampus, dan organisasi masyarakat.
Insentif, Subsidi, dan Penguatan SDM
KPI DKI Jakarta juga mengusulkan beberapa skema insentif dan subsidi untuk media nasional. Insentif pajak bagi media yang bertransformasi digital dan pembebasan pajak untuk iklan layanan publik menjadi bagian dari usulan tersebut. Subsidi konten lokal berkualitas, terutama liputan investigasi, isu lingkungan, budaya lokal, dan daerah terpencil juga dianggap penting.
Dukungan inovasi dan transformasi digital, termasuk dana pelatihan dan infrastruktur teknologi, juga menjadi bagian dari usulan ini. KPI DKI Jakarta juga mendorong adanya pinjaman lunak untuk kebutuhan restrukturisasi distribusi digital atau pembayaran upah. Skema kemitraan antara media, BUMN/BUMD, dan pemerintah dalam proyek komunikasi publik yang inklusif dan edukatif juga diusulkan, dengan tetap mengedepankan independensi dan kebebasan ruang redaksi.
Penguatan sumber daya manusia (SDM) media juga menjadi perhatian utama. Pengembangan keterampilan bagi jurnalis dan tenaga teknis media, sertifikasi kompetensi media, inkubasi dan kolaborasi digital, termasuk pendirian 'media innovation hub', menjadi bagian dari rencana ini. Pendampingan transformasi media, termasuk model bisnis, konten, dan distribusi, serta dukungan untuk karyawan terdampak PHK berupa pelatihan kerja baru dan wirausaha media juga diusulkan.
Tanggung Jawab Bersama
Rizky Wahyuni menekankan bahwa pembenahan ekosistem media nasional bukan hanya tanggung jawab satu lembaga, melainkan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, DPR RI, pelaku industri media, dan masyarakat sipil. Ia mengingatkan bahwa melemahnya media sebagai pilar demokrasi akan membuka celah bagi disinformasi, polarisasi sosial, dan keruntuhan kontrol publik, yang pada akhirnya akan mengancam ketahanan dan pertahanan nasional. Oleh karena itu, kolaborasi dan komitmen bersama sangat diperlukan untuk mewujudkan reformasi ekosistem media yang lebih baik dan berkelanjutan.