KPK Panggil Yaqut Cholil Qoumas: Mantan Menag Diyakini Hadir Klarifikasi Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akan penuhi panggilan terkait dugaan korupsi kuota haji khusus. Mengapa KPK begitu yakin mantan Menag akan hadir?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan keyakinan penuh bahwa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, akan memenuhi panggilan pada Kamis, 7 Agustus. Panggilan ini bertujuan untuk meminta keterangan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus. Pernyataan keyakinan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu, 6 Agustus.
Asep Guntur Rahayu menekankan bahwa keyakinan KPK ini didasari oleh status Yaqut Cholil Qoumas sebagai seorang negarawan dan mantan menteri. Kehadirannya diharapkan dapat memberikan kejelasan dan meluruskan segala dugaan yang ada dalam kasus ini. Hal ini penting untuk menjaga integritas proses hukum yang sedang berjalan dan memastikan transparansi.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi ini berpusat pada alokasi kuota haji khusus, yang telah menjadi sorotan publik dan DPR. KPK telah melakukan serangkaian pemanggilan terhadap berbagai pihak sebelumnya, sebagai bagian dari upaya pengumpulan informasi dan bukti. Proses ini diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji.
Keyakinan KPK atas Kehadiran Mantan Menag
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, secara lugas menyatakan keyakinannya terhadap kehadiran Yaqut Cholil Qoumas dalam panggilan tersebut. Menurut Asep, status Yaqut sebagai seorang negarawan dan mantan menteri menjadi dasar kuat keyakinan KPK. Beliau diharapkan dapat memberikan keterangan yang 'clear' atau jelas terkait permasalahan ini.
Panggilan terhadap mantan Menteri Agama ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengumpulkan informasi secara komprehensif. Kehadiran Yaqut Cholil Qoumas diharapkan dapat mempercepat proses penyelidikan dan membantu KPK dalam merangkai fakta-fakta yang ada. Ini juga menunjukkan komitmen KPK dalam menuntaskan setiap kasus dugaan korupsi tanpa pandang bulu.
KPK berharap agar semua pihak yang dipanggil dapat kooperatif dalam memberikan keterangan yang dibutuhkan. Proses penyelidikan ini sangat bergantung pada informasi yang akurat dan transparan dari para saksi atau pihak terkait. Hal ini demi tercapainya keadilan dan penegakan hukum yang berintegritas.
Latar Belakang Penyelidikan Kuota Haji Khusus
Permintaan keterangan terhadap Yaqut Cholil Qoumas ini merupakan kelanjutan dari penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus. KPK telah mengonfirmasi bahwa mereka mulai mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam kasus ini sejak Juni lalu. Penyelidikan ini berfokus pada potensi penyalahgunaan wewenang atau praktik korupsi dalam alokasi kuota haji.
Sebelumnya, KPK juga telah memanggil beberapa pihak lain yang dianggap relevan dengan penyelidikan ini. Di antara mereka adalah Ustadz Khalid Basalamah dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah. Pemanggilan ini menunjukkan bahwa KPK sedang mengumpulkan informasi dari berbagai sudut pandang dan pihak yang terlibat atau memiliki pengetahuan tentang pengelolaan kuota haji.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada kesempatan berbeda, juga sempat mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus ini tidak hanya terjadi pada tahun 2024. Menurutnya, indikasi penyimpangan serupa juga mungkin telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa penyelidikan KPK memiliki cakupan yang lebih luas dari sekadar satu tahun anggaran.
Dugaan Kejanggalan dalam Alokasi Kuota Haji
Salah satu titik fokus utama dalam penyelidikan ini adalah dugaan kejanggalan yang ditemukan oleh Pansus Angket Haji DPR RI pada penyelenggaraan ibadah haji 2024. Pansus mengklaim menemukan sejumlah anomali, terutama terkait pembagian kuota tambahan. Arab Saudi memberikan tambahan 20.000 kuota haji, yang kemudian dibagi oleh Kementerian Agama menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian kuota 50:50 ini menjadi sorotan karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara jelas mengatur proporsi kuota. Dalam undang-undang tersebut, kuota haji khusus ditetapkan sebesar delapan persen, sementara 92 persen dialokasikan untuk kuota haji reguler. Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai dasar hukum dan transparansi dalam alokasi kuota.
Dugaan kejanggalan ini menjadi salah satu pilar utama dalam penyelidikan KPK. Penyelidikan akan mendalami bagaimana keputusan pembagian kuota tersebut diambil dan apakah ada pelanggaran hukum yang terjadi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan ibadah haji, khususnya terkait kuota, dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.