Lansia Akibat Serangan Buaya di Cimory Takalar: Kronologi dan Imbasnya
Seorang lansia yang mengaku pawang buaya mengalami patah tulang lengan setelah diterkam buaya di Cimory Land, Takalar, Sulawesi Selatan; kejadian ini bermula dari penitipan buaya dari BKSDA Sulsel dan upaya pengambilan paksa oleh sekelompok orang yang men

Makassar, 19 Februari 2024 - Insiden menegangkan terjadi di Cimory Land, Takalar, Sulawesi Selatan. Baso Daeng Rani, seorang lansia yang mengaku sebagai pawang buaya, mengalami cedera serius setelah diterkam buaya pada Senin malam, 17 Februari 2024. Kejadian ini menyoroti serangkaian peristiwa yang berujung pada luka patah tulang di lengan sang lansia.
Kronologi Kejadian
Menurut Kapolsek Parangloe, AKP Muh Ansar, Baso Daeng Rani datang dari Makassar dengan niat menjinakkan buaya tersebut. Meskipun pihak berwenang sudah melarang, lansia ini tetap bersikeras, mengklaim mampu berkomunikasi dan mengendalikan buaya. Beruntung, warga sekitar berhasil menariknya dari kolam sebelum kondisinya memburuk. Korban kemudian dilarikan ke RS Yapika Gowa dan selanjutnya pulang ke rumahnya di Antang, Makassar.
Buaya itu sendiri awalnya ditemukan di pemukiman warga Perumnas Antang saat banjir beberapa hari sebelumnya. Karena penangkaran buaya di lokasi tersebut masih tergenang banjir, buaya tersebut kemudian dititipkan ke Cimory Land. Firman Asyari, General Affair Legal Officer Cimory Land Takalar, membenarkan hal ini. Buaya tersebut merupakan titipan resmi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel sejak Kamis, 13 Februari 2024, karena BKSDA tidak memiliki tempat penampungan sementara yang layak.
Polemik Pengambilan Buaya
Kehadiran buaya di Cimory Land memicu kontroversi. Sejumlah orang yang mengaku sebagai keluarga buaya tersebut datang ke Cimory Land, sebagian mengaku kerasukan dan mengetahui keberadaan buaya melalui media sosial. Mereka mendesak agar buaya tersebut dikembalikan, bahkan sempat mencoba mengambilnya paksa pada Jumat dan Sabtu, 14 dan 15 Februari 2024. Meskipun pihak Cimory menjelaskan prosedur pengembalian, upaya negosiasi gagal dan kerumunan massa yang mencapai ratusan orang membuat polisi kewalahan.
Firman Asyari menjelaskan, "Kami dari pihak Cimory tidak ada keberatan sama sekali untuk memulangkan atau mengembalikan, tapi harus ada prosedurnya." Namun, desakan untuk mengambil buaya tersebut secara paksa tetap dilakukan, bahkan disertai ritual yang melibatkan pisang dan telur. Upaya mengambil buaya tanpa peralatan keselamatan inilah yang akhirnya menyebabkan serangan buaya terhadap Baso Daeng Rani.
Dampak Kejadian
Pihak Cimory Land kini menunggu arahan dari BKSDA Sulsel terkait buaya tersebut dan berharap agar segera dievakuasi untuk mencegah kejadian serupa. Selain itu, Cimory Land juga mengalami kerugian materiil akibat kerusakan fasilitas selama peristiwa tersebut. Kejadian ini menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan tentang prosedur penanganan satwa liar, serta pentingnya mengikuti prosedur keselamatan dalam berinteraksi dengan hewan buas.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya keselamatan dan prosedur dalam menangani satwa liar, khususnya buaya. Pihak berwenang dan lembaga terkait perlu mengevaluasi prosedur penitipan dan penanganan satwa liar untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya interaksi dengan hewan buas juga perlu ditingkatkan.