Buaya Penyerang Kakek di Cimory Gowa Segera Dilepasliarkan
BKSDA Sulsel segera melepasliarkan buaya 3,5-4 meter yang menyerang seorang kakek di Cimory Gowa ke habitat aslinya guna menghindari insiden serupa dan mencari lokasi jauh dari pemukiman.

Sebuah insiden penyerangan buaya terhadap seorang kakek di Cimory Diary Land, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Rabu, 20 Februari 2024, telah mendorong Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan untuk segera mencari lokasi pelepasliaran yang tepat bagi reptil tersebut. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dan melibatkan seekor buaya yang sebelumnya telah dibius oleh tim penyelamat. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai keamanan dan prosedur penangan satwa liar.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKSDA Sulsel, Heri Wobowo, menyatakan komitmen BKSDA untuk segera melepaskan buaya tersebut ke habitat aslinya. "Memang pastinya akan kami rilis. Pastinya, akan kami lepasliarkan karena dia akan lebih nyaman, lebih aman, apabila berada di habitat aslinya," ujar Heri Wobowo. Proses pelepasliaran ini akan dilakukan dengan cermat untuk meminimalisir risiko konflik dengan masyarakat.
Pencarian lokasi pelepasliaran menjadi prioritas utama. BKSDA Sulsel tengah berupaya menemukan area yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk, guna mencegah insiden serupa di masa mendatang. "Kadang-kadang kita sudah lepas, masyarakat demo, protes dan lain sebagainya. Itu yang kita hindari. Makanya, kita harus mencari lokasi yang benar-benar jauh dari pemukiman, sehingga tidak akan mengganggu masyarakat," tambah Heri Wobowo. Hal ini menunjukkan keseriusan BKSDA dalam menangani kasus ini dan memprioritaskan keselamatan masyarakat.
Proses Pelepasliaran dan Pertimbangan Lokasi
Buaya yang akan dilepasliarkan memiliki ukuran sekitar 3,5 hingga 4 meter, tergolong buaya berukuran besar. Meskipun demikian, Heri Wobowo menjelaskan bahwa masih ada buaya dengan ukuran lebih besar, bahkan hingga 6 meter, yang seringkali diburu untuk pertunjukan. Ukuran buaya ini menjadi pertimbangan penting dalam memilih lokasi pelepasliaran yang tepat dan aman.
Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan aspek keamanan dan keberlanjutan. Lokasi yang dipilih harus jauh dari pemukiman penduduk dan terbebas dari aktivitas manusia untuk meminimalisir potensi konflik. BKSDA Sulsel akan memastikan bahwa lokasi tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup buaya dan tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.
Lebih lanjut, Heri Wobowo menjelaskan bahwa penitipan buaya di Cimory Diary Land, yang merupakan Lembaga Konservasi (LK) umum, memiliki implikasi biaya operasional. "Kalau untuk Cimori, sebenarnya masuk kategori LK umum yang pasti akan memungut (retribusi) secara komersil. Kalau masuk, harus bayar karena butuh operasional membiayai pakannya, membiayai operasional, fasilitas prasarana yang ada di situ. Jadi, butuh biaya untuk melengkapi itu semua," jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan satwa liar di lembaga konservasi memerlukan biaya yang cukup besar.
Penyebab Serangan Buaya dan Efek Obat Bius
Insiden penyerangan buaya diduga terkait dengan efek obat bius yang diberikan sebelumnya. Buaya tersebut dibius selama proses penangkapan oleh tim penyelamat dan pemadam kebakaran di wilayah pemukiman Antang, Kota Makassar, yang berlangsung sekitar 7 jam. "Waktu itu, mungkin bisa saja akibat bius, terus kemudian bisa tenang. Makanya, ada beberapa yang viral itu mendekat tidak apa apa, mungkin karena efek bius. Tetapi, setelah efek biusnya hilang, dampaknya seperti itu tadi, dia berontak dan akhirnya mengakibatkan ada kena luka (diterkam)," kata Heri Wobowo.
Efek obat bius yang memudar diduga menjadi penyebab buaya tersebut menyerang kakek tersebut. Kejadian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan efek jangka panjang dari penggunaan obat bius pada satwa liar dan perlunya protokol penanganan yang lebih teliti. Proses pembiusan dan penanganan pasca-penangkapan perlu dievaluasi untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Pelepasliaran buaya ini diharapkan dapat mengembalikan satwa tersebut ke habitat aslinya dan meminimalisir potensi konflik dengan manusia. BKSDA Sulsel berkomitmen untuk memastikan proses pelepasliaran berjalan lancar dan aman, serta memperhatikan aspek keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.