Serangan Buaya di Sampit: BKSDA Observasi Lokasi dan Imbau Warga
BKSDA Resort Sampit melakukan observasi lokasi serangan buaya di Desa Bagendang Tengah, Kotim, Kalimantan Tengah, setelah seorang warga terluka akibat serangan buaya saat wudhu di Sungai Sampit.

Seorang warga Desa Bagendang Tengah, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, bernama Samsul Anwar, menjadi korban serangan buaya pada Sabtu malam, 3 Mei 2024. Kejadian nahas tersebut terjadi saat ia sedang berwudhu di tepi Sungai Sampit. Beruntung, korban berhasil selamat dengan bantuan istri dan warga sekitar, meskipun mengalami luka di lengan kanan. Insiden ini mendorong Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit untuk segera melakukan observasi lokasi dan memberikan edukasi kepada warga.
Tim BKSDA Resort Sampit, yang dipimpin oleh Komandan Muriansyah, langsung menuju lokasi kejadian pada Minggu, 4 Mei 2024. Mereka bertemu dengan korban untuk mendengarkan kronologi kejadian dan memberikan bantuan biaya pengobatan. Selain itu, petugas juga melakukan pengamatan menyeluruh terhadap kondisi lingkungan sekitar tempat kejadian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan serangan buaya tersebut.
Lokasi serangan buaya berada tepat di belakang rumah korban, yang terletak di tepi Sungai Sampit. Saat tim BKSDA tiba, warga setempat sedang berkumpul dan menggelar acara tolak bala di rumah korban. Kehadiran anggota DPRD Dapil III Kotim, Eddy Mashamy, juga turut mendampingi kegiatan tersebut.
Investigasi dan Edukasi Warga
Muriansyah memberikan pengarahan kepada warga mengenai perilaku buaya dan faktor-faktor yang menyebabkan hewan tersebut mendekati permukiman. Ia menjelaskan tiga hal utama yang sering ditemukan di wilayah Kotim dan menjadi pemicu konflik antara buaya dan manusia: pemeliharaan ternak di sekitar sungai, pembuangan bangkai ke sungai, dan pembuangan sampah rumah tangga ke sungai. Ketiga hal ini dapat menarik satwa lain seperti biawak dan monyet, yang merupakan makanan alami buaya.
Warga mengakui masih melakukan ketiga hal tersebut. BKSDA pun meminta warga untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Sebagai langkah pencegahan, BKSDA memasang tiga spanduk peringatan potensi serangan buaya di kawasan tersebut.
Selain edukasi dan pemasangan spanduk, BKSDA juga berencana untuk menangkap buaya di lokasi tersebut menggunakan metode pancing atau jerat. Persiapan peralatan untuk penangkapan sedang dilakukan.
Upaya Pencegahan Jangka Panjang
Muriansyah menekankan bahwa cara terbaik untuk menghindari serangan buaya adalah dengan mencegah faktor-faktor yang menyebabkan buaya mendekati permukiman. "Karena sesuatu itu ada sebab dan akibatnya, jadi sebabnya juga harus diperhatikan dan ditangani. Walaupun satu, dua, hingga sepuluh buaya ditangkap, kalau penyebabnya masih ada maka buaya lain akan datang terus ke lokasi tersebut dan konflik akan terus terjadi," tegas Muriansyah.
BKSDA berharap melalui observasi lokasi, edukasi kepada warga, dan upaya penangkapan buaya, konflik antara manusia dan buaya di Desa Bagendang Tengah dapat diminimalisir. Langkah-langkah ini juga diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Selain itu, BKSDA juga akan terus memantau situasi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan hidup berdampingan dengan satwa liar.
Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari aktivitas yang dapat menarik buaya mendekati permukiman. Kerjasama antara BKSDA dan masyarakat sangat penting untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa liar di masa depan.