Literasi Keuangan di Pelosok: Misi Mulia Mardiyah Bangun Masyarakat Cerdas Finansial
Kisah inspiratif Mardiyah, mantan manajer lembaga keuangan yang meninggalkan karier gemilang untuk memberdayakan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah pelosok, melalui edukasi literasi keuangan.

Mardiyah, seorang mantan manajer lembaga keuangan di Jakarta, kini berjuang memberdayakan masyarakat Indonesia melalui edukasi literasi keuangan. Ia meninggalkan kariernya yang sukses untuk fokus pada misi mulia ini, khususnya menjangkau daerah-daerah terpencil di Sulawesi Tengah. Usaha ini diilhami oleh ibunya, seorang guru, dan didorong oleh keyakinan bahwa literasi keuangan dapat memutus mata rantai kemiskinan.
Kegiatan edukasi yang dilakukan Mardiyah melibatkan berbagai kalangan, dari generasi muda hingga kelompok perempuan dan nelayan. Ia mengajarkan dasar-dasar pengelolaan keuangan, menabung, investasi, dan manajemen usaha kecil. Salah satu filosofinya adalah, "Karena mengajar satu perempuan, artinya mengajar satu generasi," karena perempuan seringkali berperan sebagai pengelola keuangan rumah tangga dan pendidik utama anak-anak.
Tantangan geografis Indonesia menjadi hambatan utama. Mardiyah harus menempuh perjalanan panjang dan berisiko, menggunakan motor trail dan kapal kecil untuk menjangkau daerah-daerah terpencil di Sulawesi Tengah, bahkan hingga ke Jambi untuk mengajar Suku Batin Sembilan. Namun, kesulitan akses dan keterbatasan infrastruktur tidak menyurutkan semangatnya untuk berbagi ilmu dan memberdayakan masyarakat.
Edukasi Literasi Keuangan: Menjangkau Pelosok Negeri
Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal literasi keuangan, khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Data SNLIK OJK tahun 2022 menunjukkan angka literasi keuangan Indonesia sebesar 49,68 persen. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa Sulawesi Tengah pernah masuk dalam 10 provinsi termiskin di Indonesia (data BPS 2022).
Melihat kondisi tersebut, Mardiyah mendirikan komunitas Hannah Asa Indonesia pada tahun 2021. Komunitas ini fokus pada edukasi ekonomi kesetiakawanan, memberdayakan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan sederhana tentang perencanaan keuangan. Mereka telah menjangkau 5.221 orang di Sulawesi Tengah hingga tahun 2024, berkolaborasi dengan pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan media (pentahelix).
Program-program yang dirancang Mardiyah sangat beragam, mulai dari mengajarkan cara menabung sederhana hingga pengelolaan usaha kecil dan hasil pertanian/perikanan. Ia menekankan pentingnya menabung untuk pendidikan anak, sebuah motivasi yang sangat relevan bagi masyarakat di pelosok. Kepala OJK Sulteng, Bonny Hardi Putra, mengapresiasi upaya Mardiyah dan menyatakan kolaborasi OJK dengan Hannah Asa Indonesia akan terus berlanjut.
Salah satu program unggulan adalah EduFinance Warrior, di mana mahasiswa dilatih kemudian ditugaskan untuk menyebarkan ilmu keuangan di desa asal mereka. Hal ini mempercepat penyebaran literasi keuangan secara masif.
Tantangan dan Perjuangan di Lapangan
Mengajar di daerah pelosok penuh tantangan. Akses infrastruktur yang terbatas memaksa Mardiyah menempuh perjalanan panjang dan berisiko. Ia harus melewati medan berat, seperti di Lembah Bada, Kabupaten Poso, yang sulit dijangkau dan tanpa akses internet. Di sana, ia bahkan berupaya menjembatani pengrajin kain kulit kayu dengan pelukis dari Bali untuk meningkatkan nilai ekonomi produk lokal.
Keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi kendala. Hannah Asa Indonesia mengatasi hal ini dengan mengadakan boothcamp edukasi keuangan secara berkala, dengan peserta mencapai 200 orang per pelatihan. Mereka menarget berbagai kalangan, dari pelajar hingga ibu rumah tangga, tanpa dipungut biaya.
Mardiyah juga menghadapi tantangan di Kabupaten Sigi, mengajar kelompok wanita tani tentang cara menghitung harga pokok produksi. Perjalanan terjauhnya adalah ke Suku Batin Sembilan di Jambi, sebuah bukti dedikasi yang luar biasa dalam menyebarkan literasi keuangan.
Meskipun penuh tantangan, Mardiyah optimis bahwa dengan memberikan pemahaman tentang pengelolaan keuangan, masyarakat akan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik, terbebas dari utang, dan siap menghadapi masa depan.
Perubahan yang Tercipta
Salah satu fasilitas pelatihan adalah penginapan eco-green milik Mardiyah, dibangun dari penghasilan pertamanya di dunia perbankan. Stefi, seorang mahasiswa, berbagi pengalamannya setelah mengikuti pelatihan. Ia menerapkan konsep SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-bound) dalam mengelola keuangan dan merasakan perubahan signifikan dalam hidupnya. Keuangannya lebih teratur, dan ia mampu mewujudkan target-target yang sebelumnya sulit dicapai.
Kisah Stefi menjadi bukti nyata dampak positif dari edukasi literasi keuangan yang diberikan Mardiyah. Hal ini semakin memotivasi Mardiyah untuk terus berjuang, karena generasi muda adalah pilar Generasi Emas 2045. Baginya, memberikan edukasi literasi keuangan jauh lebih bermakna daripada karier di dunia perbankan. Ia percaya bahwa kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa adalah dengan memberdayakan masyarakat di pelosok negeri.
Dengan semangat optimisme, Mardiyah mengakhiri kisahnya dengan pesan inspiratif, "Karena hidup cuma sekali, hiduplah dengan berani."