M23 Umumkan Penarikan Pasukan dari Walikale, Kongo Timur: Gencatan Senjata Menuai Keraguan?
Kelompok pemberontak M23 mengumumkan penarikan pasukan dari Walikale, Kongo Timur, sebagai bagian dari gencatan senjata sepihak, namun laporan warga dan bentrokan bersenjata menimbulkan keraguan.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Pemberontak M23, bagian dari Aliansi Fleuve Congo, mengumumkan penarikan pasukan dari kota Walikale dan sekitarnya di Kongo Timur pada Sabtu, 22 Maret 2024. Pengumuman ini disampaikan melalui juru bicara Lawrence Kanyuka di platform X, sebagai upaya mendukung inisiatif perdamaian dan menciptakan kondisi dialog untuk menyelesaikan konflik. Penarikan ini terjadi hanya beberapa hari setelah M23 menguasai kota kaya mineral tersebut, menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan komitmen perdamaian mereka.
Pengumuman penarikan pasukan ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi dialog politik guna mengatasi akar penyebab konflik di timur Republik Demokratik Kongo. Langkah ini sejalan dengan gencatan senjata sepihak yang diumumkan pada 22 Februari lalu. Namun, kepercayaan publik terhadap komitmen M23 masih dipertanyakan mengingat situasi di lapangan.
Walikale, kota yang kaya akan timah dan terletak sekitar 125 kilometer barat laut Goma, ibu kota provinsi, menjadi rebutan antara pasukan pemerintah, milisi pro-pemerintah (Wazalendo), dan pemberontak M23. Perebutan Walikale merupakan bagian dari konflik yang lebih besar di Kongo Timur, yang telah menyebabkan pengungsian ratusan ribu warga sipil dan meningkatnya ketegangan regional.
Penarikan Pasukan M23: Janji Damai atau Taktik Militer?
Pernyataan resmi Aliansi Fleuve Congo menyebutkan komitmen mereka terhadap perdamaian dan dialog. "Untuk mendukung inisiatif perdamaian yang bertujuan menciptakan kondisi kondusif bagi dialog politik guna mengatasi akar penyebab konflik di timur Republik Demokratik Kongo, Aliansi Fleuve Congo telah memutuskan untuk memindahkan pasukan dari kota Walikale dan wilayah sekitarnya," demikian pernyataan tersebut. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.
Laporan dari warga setempat menyebutkan bahwa unsur-unsur pemberontak M23 masih terlihat di Walikale hingga Sabtu sore, meskipun pengumuman penarikan telah disampaikan. Hal ini menimbulkan keraguan tentang kesungguhan komitmen M23 terhadap gencatan senjata.
Situasi semakin rumit dengan laporan serangan udara oleh pasukan Kongo di sekitar landasan udara Kigoma dan bentrokan antara pemberontak dan milisi pro-pemerintah pada Jumat. Kejadian ini menunjukkan bahwa konflik di Kongo Timur masih jauh dari selesai, dan gencatan senjata sepihak M23 mungkin hanya taktik militer sementara.
Konflik di Kongo Timur dan Dampaknya
Perebutan Walikale oleh M23 pada Rabu malam setelah pertempuran sengit dengan pasukan pemerintah dan milisi Wazalendo merupakan puncak dari peningkatan serangan pemberontak di Kongo Timur sejak Desember 2023. Sebelumnya, M23 telah berhasil merebut Goma dan Bukavu, ibu kota provinsi lainnya.
Kekerasan yang terus berlanjut di Provinsi Kivu Utara, terutama di wilayah Masisi dan Walikale, serta situasi keamanan yang tidak stabil di Bukavu dan sekitarnya, telah memaksa ratusan ribu warga sipil mengungsi. Lebih dari 100.000 warga Kongo telah melarikan diri ke negara-negara tetangga dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, menurut laporan PBB.
Situasi ini telah menimbulkan keprihatinan internasional yang besar. Presiden Kenya, William Ruto, bahkan telah mengumumkan rencana pertemuan virtual para pemimpin dari Komunitas Afrika Timur (EAC) dan Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) untuk memperkuat koordinasi dalam menyelesaikan konflik di Kongo Timur.
Krisis kemanusiaan di Kongo Timur terus memburuk. Selain pengungsian massal, akses ke makanan, air bersih, dan layanan kesehatan juga terhambat. Perlu adanya komitmen nyata dari semua pihak untuk mengakhiri konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang terdampak.
Meskipun M23 telah mengumumkan penarikan pasukan dari Walikale, situasi di lapangan masih menimbulkan keraguan. Laporan bentrokan bersenjata dan keberadaan unsur-unsur pemberontak di kota tersebut menunjukkan bahwa konflik di Kongo Timur masih jauh dari selesai. Pertemuan para pemimpin regional diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret untuk mengakhiri kekerasan dan menciptakan perdamaian berkelanjutan di wilayah tersebut.