Masyarakat Adat Mukomuko Tolak Tambang Galian C Ilegal Dekat Kuburan Tua
Enam perwakilan masyarakat adat Desa Penarik, Mukomuko, Bengkulu menolak aktivitas tambang galian C ilegal di dekat kuburan tua yang dianggap sebagai cagar budaya, meskipun izin lokasi berada di desa lain.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Enam perwakilan masyarakat adat Desa Penarik, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menolak aktivitas penambangan galian C (pasir dan batu) ilegal yang mengancam kuburan tua di wilayah mereka. Penolakan ini disampaikan pada Jumat, 28 Februari 2024, karena aktivitas tambang yang berlokasi di Desa Marga Mulya Sakti, juga beroperasi di Desa Penarik tanpa izin lingkungan dari pemerintah desa setempat. Masyarakat adat menolak karena aktivitas tersebut dinilai merusak kuburan tua yang dianggap sebagai cagar budaya dan tempat ziarah warga. Mereka mempertanyakan mengapa aktivitas penambangan dapat beroperasi di wilayah mereka tanpa izin resmi.
Perwakilan masyarakat adat, Musliadi, bersama lima rekannya dan BPD Penarik, mengungkapkan kekhawatiran atas ancaman kerusakan kuburan tua yang terletak dekat aliran sungai dan berada di dekat lokasi tambang. Aktivitas penambangan dinilai membahayakan kelestarian situs tersebut. Mereka memiliki dokumen peta batas wilayah dari BPN yang menunjukkan lokasi tambang berada dekat dengan kuburan tua di Desa Penarik.
Munculnya isu desa menerima bantuan dari perusahaan tambang juga dibantah oleh perwakilan masyarakat adat. Mereka menegaskan bahwa bantuan tersebut hanya diterima oleh oknum aparatur desa, bukan seluruh desa. Meskipun telah dilakukan negosiasi, masyarakat adat tetap menolak aktivitas tambang tersebut karena alasan pelestarian cagar budaya dan penghormatan terhadap leluhur.
Penolakan Tambang dan Ancaman Terhadap Cagar Budaya
Masyarakat adat Desa Penarik berpegang teguh pada penolakan mereka terhadap aktivitas tambang galian C ilegal tersebut. Mereka menganggap kuburan tua dekat aliran sungai sebagai cagar budaya yang harus dilindungi dan dihormati. Aktivitas penambangan dinilai mengancam kelestarian situs tersebut dan merusak nilai sejarah dan budaya yang melekat padanya.
Selain itu, mereka juga telah mengirimkan surat kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan jalan yang dibangun di dekat lokasi tambang, agar tidak menerima material pasir dan batu dari kontraktor yang membeli material dari tambang ilegal tersebut. Langkah ini bertujuan untuk memutus rantai pasokan dan menekan aktivitas tambang ilegal.
Dokumen peta batas wilayah dari BPN yang dimiliki masyarakat adat menjadi bukti kuat atas klaim mereka. Peta tersebut menunjukkan bahwa lokasi tambang berada sangat dekat dengan kuburan tua di Desa Penarik, sehingga aktivitas penambangan berpotensi merusak situs tersebut.
Ketidakhadiran izin lingkungan dari pemerintah desa setempat semakin memperkuat argumen masyarakat adat. Mereka mempertanyakan pengawasan dan penegakan aturan terkait izin lingkungan dalam aktivitas penambangan tersebut.
Upaya Negosiasi dan Langkah Hukum
Meskipun telah dilakukan negosiasi, masyarakat adat tetap pada pendiriannya untuk menolak aktivitas tambang tersebut. Mereka menekankan pentingnya pelestarian cagar budaya dan penghormatan terhadap leluhur. Penolakan ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk menjaga warisan budaya bagi generasi mendatang.
Langkah selanjutnya yang akan diambil oleh masyarakat adat masih belum dijelaskan secara rinci. Namun, dengan adanya surat peringatan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit, menunjukkan keseriusan mereka dalam upaya menghentikan aktivitas tambang ilegal tersebut. Mereka juga akan terus mengawasi dan melaporkan setiap aktivitas yang merugikan lingkungan dan cagar budaya.
Ketegasan masyarakat adat dalam menolak tambang ilegal ini patut diapresiasi. Mereka telah menunjukkan komitmen yang tinggi dalam menjaga kelestarian lingkungan dan warisan budaya. Peristiwa ini juga menjadi sorotan penting terkait pengawasan dan penegakan aturan dalam aktivitas pertambangan di Indonesia.
Ke depan, diharapkan adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat adat, dan perusahaan dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dan budaya. Perlindungan cagar budaya harus menjadi prioritas utama dalam setiap aktivitas pembangunan.