Menag Luncurkan Trilogi Kerukunan Jilid II: Harmoni Manusia dan Alam
Menteri Agama meluncurkan Trilogi Kerukunan Jilid II yang menekankan pentingnya kerukunan antara manusia dan alam semesta, sebagai perluasan dari konsep kerukunan sebelumnya.

Jakarta, 24 April 2025 - Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, meluncurkan konsep inovatif yang diberi nama Trilogi Kerukunan Jilid II. Konsep ini menekankan pentingnya kerukunan antara manusia dan lingkungan alam semesta, sebuah perluasan dari konsep Trilogi Kerukunan yang sudah ada sebelumnya. Peluncuran ini dilakukan dalam acara Silaturahim Nasional Ormas-Ormas Islam dan Halal Bihalal Idul Fitri 1446 Hijriah Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Asrama Haji Jakarta.
Menag Nasaruddin Umar menjelaskan, "Trilogi ini terdiri dari kerukunan sesama umat manusia, kerukunan antara umat manusia dan lingkungan alam semesta, dan yang terpenting, kerukunan antara umat manusia dan lingkungan alam semesta dalam ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa." Konsep ini merupakan kelanjutan dari Trilogi Kerukunan yang telah ada, yang meliputi kerukunan internal umat beragama, antarumat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah. Inovasi ini menandai langkah penting Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Dalam sambutannya, Menag menekankan urgensi peningkatan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Beliau menyatakan bahwa dalam menghadapi tantangan zaman modern, penguatan dimensi spiritual dan ekologis sangatlah krusial, dan hal inilah yang menjadi dasar utama dari Trilogi Kerukunan Jilid II. Menag mengingatkan bahwa lingkungan bukan hanya objek eksploitasi, melainkan bagian integral dari ciptaan Tuhan yang memiliki peran vital dalam keseimbangan kehidupan di bumi.
Kerukunan Manusia dan Alam: Sebuah Keniscayaan
Konsep Trilogi Kerukunan Jilid II ini menandai sebuah paradigma baru dalam pemahaman kerukunan. Tidak hanya terfokus pada hubungan antarmanusia, tetapi juga memperluas cakupan hingga mencakup hubungan harmonis antara manusia dan alam. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran global akan pentingnya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan planet bumi.
Kementerian Agama (Kemenag) telah mengambil langkah proaktif dengan memperkenalkan gerakan ekoteologi nasional. Gerakan ini merupakan kajian teologis yang mendalam tentang hubungan agama dan lingkungan, atau teologi lingkungan. Kemenag berupaya menjadikan masjid, rumah ibadah, Kantor Urusan Agama (KUA), dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai motor penggerak gerakan ekoteologi nasional ini.
Menag menambahkan, "Kita melibatkan rumah ibadah dalam gerakan ini. Harapan kami, upaya ini berkontribusi signifikan dalam pelestarian lingkungan dan pencegahan kerusakan iklim." Hal ini menunjukkan komitmen Kemenag dalam menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan upaya pelestarian lingkungan.
Penguatan ekoteologi merupakan salah satu dari delapan program prioritas Kemenag yang tercantum dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 244 Tahun 2025 tentang Program Prioritas Menteri Agama Tahun 2025-2029. Komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan harmoni antara manusia dan alam.
Gerakan Ekoteologi Nasional: Menanam Satu Juta Pohon Matoa
Sebagai tindak lanjut dari peluncuran Trilogi Kerukunan Jilid II dan gerakan ekoteologi nasional, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama telah menerbitkan edaran No. 182 Tahun 2025 tentang Gerakan Penanaman 1 Juta Pohon Matoa dalam rangka peringatan Hari Bumi ke-55. Gerakan ini merupakan wujud nyata dari komitmen untuk melestarikan lingkungan.
Gerakan ini melibatkan kerja sama antar kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berperan dalam penyediaan bibit pohon. Dukungan dari pemerintah daerah dan kelompok tani juga sangat penting dalam pelaksanaan program penanaman pohon ini di lapangan. Kolaborasi ini menunjukkan sinergi yang kuat dalam upaya pelestarian lingkungan.
Trilogi Kerukunan Jilid II dan gerakan ekoteologi nasional diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan menggabungkan nilai-nilai keagamaan dan kepedulian terhadap lingkungan, diharapkan tercipta harmoni antara manusia dan alam, demi keberlangsungan hidup generasi mendatang.
Inisiatif ini tidak hanya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritual dapat menjadi pendorong utama dalam upaya pelestarian lingkungan. Langkah-langkah konkret seperti penanaman pohon Matoa merupakan bukti nyata dari komitmen tersebut.