Kurikulum Cinta Kemenag: Solusi Hadapi 7 Tantangan Lingkungan yang Mengancam?
Direktur Urusan Agama Islam Kemenag, Arsad Hidayat, mengungkapkan Kurikulum Cinta sebagai solusi untuk mengatasi tujuh tantangan lingkungan serius yang dihadapi Indonesia, mulai dari perubahan iklim hingga pencemaran plastik.

Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Kurikulum Cinta sebagai upaya menjawab tujuh tantangan lingkungan yang semakin mendesak. Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, mengungkapkan hal ini dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/3). Ia menekankan pentingnya kesadaran lingkungan sebagai tanggung jawab spiritual dan sosial umat beragama, karena kerusakan lingkungan berdampak pada keberlanjutan hidup manusia.
Arsad menjelaskan bahwa jika umat manusia tidak serius dalam menjaga lingkungan, bumi akan rusak dan akan menimbulkan biaya besar untuk kembali ke kondisi normal. Kurikulum Cinta diharapkan dapat mendorong tokoh agama, guru, penyuluh agama, dan masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap keberlanjutan bumi. Pendekatan ini dinilai mampu menjawab tantangan lingkungan yang semakin kompleks.
Tujuh tantangan lingkungan utama yang diuraikan Arsad meliputi perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, pencemaran lingkungan, krisis air, pengurangan hutan, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, dan pencemaran plastik. Semua isu ini saling berkaitan dan memerlukan solusi terpadu yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Tujuh Tantangan Lingkungan yang Dihadapi Indonesia
Perubahan iklim menjadi tantangan pertama yang dihadapi. Arsad mencatat ketidakseimbangan musim hujan dan kemarau yang semakin nyata. "20 atau 30 tahun lalu, musim hujan dan musim kemarau berlangsung teratur, kini terjadi ketidakseimbangan. Musim kemarau kadang berkepanjangan atau hujan yang terus-menerus," katanya. Hal ini berdampak pada pertanian, ketersediaan air, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Kedua, hilangnya keanekaragaman hayati akibat kerusakan habitat, deforestasi, dan perburuan liar. Banyak spesies terancam punah, yang mengancam keseimbangan ekosistem. Ketiga, pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara, air, dan tanah semakin parah. Arsad mencontohkan kondisi sungai yang tercemar limbah industri sehingga tidak layak digunakan masyarakat.
Krisis air bersih menjadi tantangan keempat. Kualitas air semakin menurun akibat pencemaran dan eksploitasi sumber daya air yang berlebihan. Kelima, pengurangan hutan menyebabkan hilangnya habitat dan menurunkan kemampuan alam dalam menyerap karbon, memperburuk perubahan iklim. Keenam, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan mengancam keseimbangan ekosistem. Pengelolaan berkelanjutan sangat diperlukan, termasuk pemanfaatan energi terbarukan dan praktik pertanian ramah lingkungan.
Terakhir, pencemaran plastik menjadi ancaman serius karena sulit terurai. "Plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terdegradasi, sehingga akumulasi limbah plastik terus meningkat," ujar Arsad. Ia menambahkan bahwa isu-isu lingkungan ini menjadi perhatian utama Kemenag, dan Kurikulum Cinta serta Ekoteologi menjadi bagian penting dari solusi yang ditawarkan, sebagai kelanjutan dari Deklarasi Istiqlal antara Imam Besar Masjid Istiqlal dan Paus Fransiskus.
Kurikulum Cinta dan Solusi Berkelanjutan
Kurikulum Cinta, yang masih dalam tahap pengembangan, diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam upaya pelestarian lingkungan. Dengan melibatkan tokoh agama, guru, dan masyarakat, diharapkan akan tercipta kesadaran dan aksi nyata dalam menjaga lingkungan. Pendekatan ini menekankan pentingnya tanggung jawab moral dan spiritual dalam menjaga kelestarian bumi.
Kemenag berharap Kurikulum Cinta dapat menjadi solusi holistik yang tidak hanya mengatasi masalah lingkungan secara langsung, tetapi juga membangun kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat. Dengan demikian, upaya pelestarian lingkungan akan menjadi gerakan bersama yang berkelanjutan.
Selain Kurikulum Cinta, Kemenag juga menekankan pentingnya Ekoteologi sebagai bagian dari solusi. Ekoteologi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan pemahaman teologis dengan isu-isu lingkungan. Dengan menggabungkan nilai-nilai keagamaan dan pemahaman ilmiah, diharapkan dapat tercipta solusi yang berkelanjutan dan menyeluruh.
Kesimpulannya, Kemenag berupaya mengatasi tujuh tantangan lingkungan yang serius melalui Kurikulum Cinta dan Ekoteologi. Upaya ini diharapkan dapat membangun kesadaran dan aksi nyata dari seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di Indonesia.