Menag Ungkap Makna 'Istiqlal' sebagai Kunci Kemerdekaan Bangsa: Lebih dari Sekadar Nama Masjid
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan makna mendalam 'Istiqlal' sebagai kunci kemerdekaan bangsa, bukan hanya nama masjid. Apa saja kosakata lain yang mendukung Istiqlal Kemerdekaan?

Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa kata "Istiqlal" memiliki makna mendalam sebagai kunci kemerdekaan bangsa Indonesia. Istiqlal, yang secara harfiah berarti kemerdekaan dari penjajah dan penguasa zalim, menjadi fondasi utama bagi kebebasan negara ini. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Doa Kebangsaan 80 tahun Indonesia Merdeka.
Acara penting tersebut berlangsung di Taman Proklamasi, Jakarta Pusat, pada Jumat, 1 Agustus. Kehadiran berbagai tokoh agama dan pejabat tinggi, termasuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, menandai dimulainya rangkaian peringatan bulan kemerdekaan RI tahun 2025.
Pemerintah secara resmi membuka agenda bulan kemerdekaan dengan kegiatan Doa Kebangsaan ini, yang juga dihadiri oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro. Pemilihan lokasi di Kawasan Tugu Proklamasi bukan tanpa alasan, melainkan karena nilai sejarahnya yang erat dengan kelahiran bangsa Indonesia.
Filosofi "Istiqlal" dan Kosakata Pendukung Kemerdekaan
Menag Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa Masjid Istiqlal didirikan sebagai simbol kemerdekaan, mencerminkan esensi dari nama itu sendiri. Lebih dari sekadar nama bangunan, "Istiqlal" adalah kekuatan maha-dahsyat yang memerdekakan seluruh umat beragama, etnis, dan warna kulit di Indonesia, memungkinkan mereka menikmati kemerdekaan penuh tanpa diskriminasi.
Selain "Istiqlal", Menag juga menguraikan tiga kosakata lain yang termaktub dalam Al-Quran dan Hadits, yang saling berkaitan erat dengan konsep kemerdekaan bangsa. Kosakata tersebut adalah Al-hurriyah, At-tahrir, dan In-ittaqa, yang masing-masing membawa dimensi kemerdekaan yang berbeda namun saling melengkapi dalam mencapai kebebasan sejati.
Al-hurriyah diartikan sebagai kemerdekaan dari segala bentuk penindasan, tekanan, serta kebebasan berpikir dan berekspresi, menegaskan hak dasar individu untuk menentukan nasibnya sendiri. Ini mencakup kebebasan berpendapat dan berkarya tanpa rasa takut.
Kemudian, At-tahrir merujuk pada pembebasan dari kungkungan atau belenggu yang membatasi potensi dan kebebasan, baik itu kungkungan fisik, mental, maupun sosial. Konsep ini mendorong bangsa untuk melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan yang menghambat kemajuan.
Terakhir, In-ittaqa menekankan pentingnya ketakwaan sebagai jalan untuk memerdekakan bangsa dari perbudakan, baik fisik maupun mental. Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa ketakwaan ini menjadi pondasi moral yang kuat. Ketiga kosakata ini, bersama dengan "Istiqlal", membentuk pintu masuk utama untuk merasakan dan menikmati segala jenis kemerdekaan yang hakiki dan berkelanjutan.
Doa Kebangsaan: Simbol Syukur dan Pembuka Bulan Kemerdekaan
Doa Kebangsaan 80 tahun Indonesia Merdeka merupakan wujud rasa syukur bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemerdekaan yang telah diraih. Acara ini juga menjadi penghormatan atas perjuangan para pahlawan bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi simbol penting. Pemerintah memilih untuk membuka agenda bulan kemerdekaan dengan acara spiritual ini, menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak hanya dicapai melalui perjuangan fisik, tetapi juga melalui doa dan ketakwaan.
Kawasan Tugu Proklamasi dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan Doa Kebangsaan karena nilai historisnya yang mendalam. Tempat ini menjadi saksi bisu pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, menjadikannya lokasi yang sangat relevan untuk merayakan dan mensyukuri kemerdekaan bangsa.