Menteri Populer vs. Kinerja: Fokus di Stakeholder, Bukan Sorotan Publik
Juru bicara Presiden menekankan pentingnya kinerja menteri, bukan popularitas semata, karena fokus utama adalah kepuasan pemangku kepentingan dan evaluasi berkala oleh Presiden.

Jakarta, 27 Januari 2025 - Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Philips Jusario Vermonte, menjelaskan bahwa rendahnya popularitas seorang menteri tidak serta merta menunjukkan buruknya kinerja. Hal ini disampaikan menanggapi hasil survei terbaru yang menunjukkan beberapa menteri kurang dikenal publik.
Menurut Philips, meskipun popularitas di mata masyarakat penting, fokus utama seharusnya tertuju pada penilaian dari stakeholders atau pemangku kepentingan. Keberhasilan program pemerintah sangat bergantung pada pemahaman dan dukungan dari pihak-pihak terkait. Hanya dengan memahami kebutuhan dan harapan stakeholders, menteri dapat menjalankan tugasnya secara efektif.
Lebih lanjut, Philips menambahkan bahwa evaluasi kinerja menteri tidak hanya bergantung pada popularitas. Kabinet Merah Putih secara rutin dievaluasi oleh Presiden melalui berbagai mekanisme, seperti rapat terbatas dan rapat kabinet. Oleh karena itu, kinerja menteri tetap terpantau dan terukur, terlepas dari tingkat popularitasnya di media.
Hal ini diperkuat dengan adanya mekanisme evaluasi lain, seperti penilaian dari mitra kerja dan media. Dengan demikian, popularitas bukanlah tolok ukur tunggal untuk menilai kinerja menteri. Fokus utama tetaplah pada hasil kerja dan dampaknya terhadap program pemerintah.
Survei Indikator Politik Indonesia periode 16-21 Januari 2025 melibatkan 1.220 responden dengan metode multistage random sampling. Survei ini menunjukan beberapa menteri dengan tingkat popularitas rendah. Toleransi kesalahan survei kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei tersebut menempatkan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, sebagai menteri dengan tingkat popularitas terendah (5%) dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widyantini, sama-sama meraih angka popularitas 6%.
Kesimpulannya, PCO menegaskan bahwa penilaian kinerja menteri haruslah komprehensif, mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk evaluasi internal pemerintah dan masukan dari stakeholders. Popularitas, meskipun penting, bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan.