Mutu dan Keamanan Benih Ikan: Kunci Penguatan Perbenihan Nasional
Akademisi tekankan pentingnya mutu dan keamanan benih ikan untuk memperkuat sistem perbenihan nasional dan mendorong transformasi sektor perikanan budidaya Indonesia.

Karawang, 5 Mei 2024 - Penguatan sistem jaminan mutu dan keamanan benih ikan menjadi kunci utama dalam memperkuat sistem perbenihan nasional di sektor perikanan budidaya Indonesia. Hal ini ditekankan oleh Catur Pramono Adi SPi MSi, akademisi Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang, dalam sebuah pernyataan di Karawang, Senin lalu. Pernyataan ini menyoroti peran sentral benih ikan berkualitas dalam meningkatkan produktivitas, ketahanan terhadap penyakit, dan efisiensi usaha pembudidaya.
Pramono menjelaskan bahwa tanpa benih bermutu dan tersertifikasi, produktivitas akan sulit meningkat, ketahanan terhadap penyakit melemah, dan efisiensi usaha pembudidaya akan terganggu. Oleh karena itu, kebijakan perbenihan menjadi pilar strategis yang terus diperkuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Langkah utama yang diusulkan adalah penguatan implementasi sistem jaminan mutu dan keamanan benih. Sistem ini menjamin setiap benih yang diproduksi dan didistribusikan telah memenuhi standar mutu genetik, fisiologis, dan kesehatan ikan. Hal ini sejalan dengan peta jalan transformasi perikanan budidaya nasional yang bertujuan membangun sistem perbenihan nasional yang kuat, mandiri, dan terstandar.
Penguatan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Benih
Untuk menjamin mutu dan keamanan benih, pelaku usaha diwajibkan memiliki sertifikat Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sertifikasi ini tidak hanya menjamin kualitas benih, tetapi juga membuka akses ke pasar ekspor dan pembiayaan perbankan. Hatchery skala menengah dan besar diwajibkan memiliki sertifikat CPIB maksimal satu tahun setelah produksi berjalan, dan wajib memiliki manajer pengendali mutu (MPM) yang tersertifikasi.
Sementara itu, hatchery skala mikro dan kecil cukup dengan surat keterangan pemenuhan prinsip CPIB. KKP juga mendorong digitalisasi perbenihan, termasuk sistem pelaporan dan pemetaan sentra produksi berbasis spasial untuk mendukung transparansi, efisiensi distribusi, dan respons cepat terhadap potensi wabah penyakit ikan.
Inovasi juga menjadi fokus utama. Balai riset dan pembenihan seperti BBPBAT Sukabumi, BBI Mandiangin, BPPI Sukamandi, dan BBPBAP Jepara terus mengembangkan berbagai strain ikan unggul, seperti nila Srikandi tahan salinitas, lele Mutiara yang cepat tumbuh, dan gurami Galunggung dengan efisiensi pakan tinggi. Inovasi ini bertujuan memperkuat daya saing nasional di pasar domestik dan internasional.
Tantangan dan Rekomendasi Strategis
Meskipun telah dicapai kemajuan signifikan, tantangan masih ada. Persebaran benih bermutu belum merata, terutama di wilayah timur Indonesia. Distribusi seringkali terkendala logistik dan keterbatasan Unit Pengolahan Hasil (UPR) lokal. Benih ilegal dan tidak tersertifikasi juga masih beredar di pasar bebas.
Untuk mengatasi hal ini, Pramono merekomendasikan penguatan implementasi regulasi di tingkat daerah, peningkatan kapasitas petugas pengawas perbenihan dan penyuluh, serta regenerasi pembenih muda. Ia juga menekankan pentingnya penguatan kemitraan riset-praktisi untuk mempercepat hilirisasi inovasi benih dan reformulasi insentif bagi UPR yang telah tersertifikasi, termasuk akses subsidi, pinjaman, dan premi asuransi.
Pramono menyimpulkan, "Benih adalah awal dari siklus produksi. Ketika benih dijaga, maka hasil panen pun akan terjaga. Maka menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, akademisi, dan praktisi, untuk memastikan bahwa sistem perbenihan nasional tidak hanya berjalan, tetapi menjadi fondasi kuat menuju budidaya yang modern, tangguh, dan berdaya saing global."