OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga Meski Hadapi Tantangan Ekonomi Global
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika domestik, meskipun terdapat beberapa indikator yang perlu diwaspadai.

Jakarta, 4 Maret 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) Indonesia tetap terjaga, meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi global dan dinamika perekonomian domestik. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Februari 2025 di Jakarta.
Mahendra menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan, dengan inflasi di beberapa negara maju mulai menurun. Namun, volatilitas pasar tetap tinggi akibat ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang. Kondisi ini menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia, yang juga perlu memperhatikan indikator-indikator ekonomi domestik.
Meskipun terdapat sejumlah tantangan, OJK menilai fundamental perekonomian Indonesia masih kuat dan mampu menghadapi tekanan eksternal. Hal ini tercermin dari beberapa indikator positif yang menunjukkan resiliensi perekonomian Indonesia.
Kondisi Ekonomi Global: Antara Optimisme dan Ketidakpastian
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tercatat solid, ditopang oleh konsumsi domestik. Inflasi di AS berada di angka 3 persen pada Januari 2025, sementara core Indeks Harga Konsumen (CPI) naik menjadi 3,3 persen. Meskipun demikian, The Fed diperkirakan hanya akan memangkas Fed Funds Rate (FFR) satu hingga dua kali pada tahun 2025.
Di sisi lain, konflik geopolitik di Ukraina belum menemukan penyelesaian, dan rencana AS untuk menerapkan tarif baru terhadap mitra dagangnya meningkatkan ketidakpastian ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok cenderung bertahan, namun dengan CPI yang rendah (0,5 persen) dan indeks harga produsen yang terus mengalami kontraksi.
Perlambatan ekonomi Tiongkok juga ditunjukkan oleh penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur menjadi 50,1, di bawah ekspektasi pasar. Bank Sentral Tiongkok pun mempertahankan suku bunga acuan, menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran kebijakan moneter. Kebijakan Tiongkok untuk memperketat regulasi ekspor rare earth juga berpotensi berdampak pada industri teknologi global.
Kondisi Ekonomi Domestik: Permintaan Domestik dan Kinerja Eksternal
Di Indonesia, inflasi terkendali dengan angka 0,76 persen year on year (yoy) pada Januari 2025, dan inflasi inti sebesar 2,36 persen yoy. Hal ini menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik. Namun, Mahendra mengingatkan perlunya mencermati indikator lain, seperti penurunan penjualan kendaraan bermotor, penurunan penjualan semen, dan perlambatan pertumbuhan harga serta penurunan volume penjualan rumah.
Dari sisi penawaran (supply), PMI Manufaktur Indonesia pada Januari 2025 naik ke level 51,9 dari 51,2 sebelumnya. Kinerja eksternal tetap solid dengan surplus neraca perdagangan yang berlanjut, mencapai 3,45 miliar dolar AS pada Januari 2025, atau tumbuh 71 persen yoy.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa tantangan, perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan untuk mengantisipasi potensi risiko yang ada.
Dukungan OJK terhadap Kebijakan Pemerintah
OJK mendukung implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, terutama terkait aspek prudensial di industri perbankan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). OJK juga meminta bank untuk memastikan kelengkapan dokumen dalam penggunaan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA).
Selain itu, OJK telah menyetujui kegiatan usaha bulion Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Izin ini diharapkan dapat mengembangkan ekosistem bulion yang terintegrasi dan memberikan manfaat luas bagi industri dan masyarakat.
Secara keseluruhan, OJK optimis bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia akan tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika domestik. Namun, pengawasan dan antisipasi terhadap potensi risiko tetap menjadi prioritas utama.