Oknum Guru di Gorontalo Jadi Tersangka Kasus Kekerasan Seksual terhadap Siswi
Seorang guru SMA di Bone Bolango, Gorontalo, ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap siswinya setelah melakukan tindakan asusila dengan ancaman nilai akademis.

Gorontalo, 27 Maret 2025 - Sebuah kasus kekerasan seksual mengguncang dunia pendidikan di Gorontalo. Seorang guru SMA di Kabupaten Bone Bolango, berinisial RA (30), resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kekerasan seksual terhadap salah satu siswinya. Peristiwa ini terjadi pada 24 Februari 2025 dan terungkap setelah beberapa guru mencurigai aktivitas tersangka dan korban di ruang OSIS.
Kapolres Bone Bolango, AKBP Supriantoro, mengumumkan penetapan tersangka tersebut pada Rabu, 27 Maret 2025. Ia menjelaskan bahwa penahanan RA dilakukan setelah penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) memeriksa tujuh saksi, termasuk korban. "Hari ini yang bersangkutan kita telah tetapkan menjadi tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap satu orang siswi. Secara resmi sudah kita lakukan penahanan," tegas Supriantoro.
Kronologi kejadian bermula setelah acara ramah tamah di sekolah pada 24 Februari 2025, di mana para siswa dipulangkan lebih awal. Tersangka kemudian mengajak korban ke ruang OSIS dan membujuknya untuk berhubungan intim dengan iming-iming nilai bagus. Meskipun korban menolak, tersangka tetap memaksa hingga terjadi tindakan asusila.
Kronologi Kejadian dan Ancaman Tersangka
Keesokan harinya, RA kembali memanggil korban melalui temannya dan memaksa hubungan intim lagi. Korban kembali menolak, namun diancam nilai akademisnya jika menolak permintaan tersangka. Karena takut, korban pun terpaksa menuruti keinginan RA. Keluarga korban sebenarnya ingin kasus ini dirahasiakan, namun kecurigaan beberapa guru yang melihat aktivitas tersangka dan korban di ruang OSIS membuat pihak sekolah melakukan klarifikasi, sehingga kasus ini terungkap.
Menurut keterangan Kapolres, beberapa guru yang melihat kejadian tersebut merasa curiga dan langsung melaporkan kepada pihak sekolah. Hal ini yang kemudian memicu proses penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwajib. Kejadian ini menjadi sorotan karena melibatkan oknum guru yang seharusnya menjadi pelindung siswa, namun justru melakukan tindakan yang melanggar hukum dan sangat tidak terpuji.
Atas perbuatannya, RA terancam dijerat dengan Pasal 6 huruf (c) dan (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kepercayaan dan posisi untuk melakukan tindakan seksual. Ancaman hukumannya cukup berat, yaitu pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp300 juta untuk Pasal 6 huruf (c), dan penjara paling lama 4 tahun serta denda paling banyak Rp50 juta untuk Pasal 6 huruf (a).
Peran Sekolah dan Dampak Kasus
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan dan perlindungan siswa di lingkungan sekolah. Peran sekolah dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual perlu dievaluasi secara menyeluruh. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya edukasi dan pemahaman tentang kekerasan seksual, baik bagi siswa, guru, maupun orang tua.
Pihak sekolah diharapkan dapat lebih proaktif dalam memberikan perlindungan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi seluruh siswanya. Selain itu, perlu adanya mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan dipertanggungjawabkan, sehingga kasus-kasus serupa dapat dicegah dan ditangani dengan cepat dan tepat.
Peristiwa ini juga menjadi sorotan publik dan mengundang keprihatinan banyak pihak. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang.
Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kekerasan seksual. Perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Pentingnya edukasi dan pengawasan yang ketat di lingkungan sekolah juga tak kalah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif.