Guru Honorer di Samarinda Ditangkap, Diduga Cabuli Murid
Polresta Samarinda menangkap seorang guru honorer, MR (24), yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa muridnya di sebuah SD di Samarinda Utara; pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

Samarinda, Kalimantan Timur - Seorang guru honorer di Samarinda, Kalimantan Timur, berinisial MR (24), ditangkap pihak kepolisian atas dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Korban dari aksi bejatnya adalah murid-muridnya sendiri di sebuah Sekolah Dasar (SD) di kawasan Samarinda Utara. Penangkapan ini diumumkan langsung oleh Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, dalam konferensi pers pada Senin.
Kronologi Penangkapan dan Pengakuan Pelaku
Kasus ini terungkap setelah orang tua salah satu korban melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Polresta Samarinda. Anak tersebut menceritakan tindakan tidak senonoh yang dilakukan oleh MR. Menurut keterangan polisi, MR melakukan pelecehan di dua lokasi berbeda. Pertama, di ruang guru pada pertengahan Desember 2024 sekitar pukul 09.00 Wita, dan kedua, di ruang kelas tiga pada pertengahan Januari 2025 pukul 11.00 Wita.
"Kami telah menerima laporan dari orang tua siswa. Mereka menyampaikan bahwa anaknya telah menerima tindakan tidak senonoh yang tidak seharusnya dilakukan oleh oknum guru," jelas Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar. Polisi menjelaskan bahwa MR menarik tangan korban, memaksa memeluk, menggendong, dan mencium korban.
Setelah penyelidikan lebih lanjut, polisi menemukan fakta mengejutkan. Ternyata, tidak hanya satu, melainkan beberapa murid menjadi korban aksi bejat MR. Saat ini, Polresta Samarinda masih melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap tiga atau empat korban lainnya. "Setelah diinterogasi, pelaku menyatakan bahwa motifnya adalah karena pelaku merasa memiliki hawa nafsu terhadap anak di bawah umur. Pelaku memperlakukan anak-anak tersebut seperti orang dewasa," ungkap Hendri Umar.
Modus Operandi dan Ancaman Hukuman
MR memanfaatkan posisinya sebagai guru untuk mendekati para korban. Kepercayaan yang diberikan oleh lingkungan sekolah dieksploitasi untuk melakukan tindakan asusila. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak di lingkungan pendidikan.
Atas perbuatannya, MR dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang menanti MR cukup berat, yaitu 15 tahun penjara ditambah sepertiga dari akumulasi hukuman, dan denda Rp5 miliar. "Penambahan sepertiga itu karena perbuatan itu dilakukan berulang dan dia berstatus sebagai pendidik," tegas Hendri Umar. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dan pengawasan ketat terhadap individu yang bekerja di lingkungan pendidikan.
Dampak dan Pencegahan
Kasus ini menimbulkan keprihatinan besar di masyarakat. Kepercayaan terhadap lingkungan pendidikan bisa tergerus akibat tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya edukasi seksualitas pada anak dan orang tua, serta mekanisme pelaporan yang mudah diakses bagi korban pelecehan seksual.
Pihak sekolah dan instansi terkait perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan pelatihan perlindungan anak kepada seluruh staf. Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak di sekolah, sehingga mereka berani melapor jika mengalami pelecehan. Pencegahan dini dan edukasi yang tepat merupakan kunci untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.
Ke depan, diharapkan kasus serupa dapat dicegah dengan meningkatkan kewaspadaan dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama, dan semua pihak harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak.