Lima Murid SDIT di Mataram Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual
Lima siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Mataram, Nusa Tenggara Barat, diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang guru, yang kini telah diberhentikan pihak sekolah dan kasusnya tengah diselidiki polisi.
Sebuah kasus mengagetkan terjadi di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Lima murid Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) diduga menjadi korban pelecehan seksual. Peristiwa ini terungkap pada Sabtu, 25 Januari 2024, dan kini tengah menjadi sorotan publik.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram mengonfirmasi adanya lima korban pelecehan seksual. Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, mengungkapkan bahwa terduga pelaku adalah seorang guru di SDIT tersebut. Informasi ini disampaikan Joko saat diwawancarai di Mataram.
Pihak SDIT, atas pendampingan LPA Mataram, telah mengambil tindakan tegas. Guru yang diduga sebagai pelaku telah diberhentikan dari tugasnya sebagai tenaga pengajar. "Gurunya (terduga pelaku) sudah diberhentikan. Hanya saja, langkah itu tidak akan menghentikan proses hukum" jelas Joko. Meskipun sekolah sudah bertindak, proses hukum tetap berjalan.
Kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram. Hingga saat ini, empat dari lima korban telah menjalani pemeriksaan polisi. Keberadaan LPA sangat penting dalam kasus ini, karena mereka memberikan pendampingan kepada korban yang awalnya ragu untuk melapor dan menjalani pemeriksaan.
Selain pendampingan hukum, LPA Mataram juga memberikan dukungan psikologis kepada para korban. Ini penting untuk memulihkan kondisi mental mereka pasca kejadian traumatis. Pentingnya dukungan ini menunjukkan kepedulian terhadap dampak jangka panjang dari pelecehan seksual.
AKP Regi Halili, Kepala Satreskrim Polresta Mataram, membenarkan adanya penyelidikan yang dilakukan oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Penyelidikan berawal dari laporan orang tua salah satu korban. Pemeriksaan terhadap pelapor dan korban anak telah dilakukan.
Polisi masih membutuhkan minimal dua saksi lagi untuk memperkuat bukti. "Untuk memperkuat laporan, kami butuh minimal dua saksi lain. Karena informasi penyelidikan di lapangan ada lima korban. Ini semua sedang proses," ungkap Regi. Terduga pelaku diduga melakukan pelecehan dengan memegang bagian tubuh sensitif korban, namun belum sampai pada tindakan persetubuhan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dan pengawasan ketat terhadap lingkungan pendidikan. Semoga proses hukum berjalan adil dan memberikan keadilan bagi para korban. Keberadaan LPA dan kepedulian berbagai pihak sangat krusial dalam penanganan kasus seperti ini.