Tak Sembarangan! Ini Seluk Beluk Donor ASI yang Tepat Sasaran Menurut IDAI
Pemberian Donor ASI tidak bisa sembarangan. IDAI membeberkan kriteria ketat bagi penerima dan pendonor agar prosesnya tepat sasaran dan aman.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Naomi Esthernita F.D., Sp.A., Subsp.Neo(K), baru-baru ini memberikan edukasi penting. Edukasi ini bertujuan agar masyarakat memahami prosedur donasi Air Susu Ibu (ASI) yang tepat sasaran.
Menurut dr. Naomi, pemberian susu dari donor ASI tidak boleh dilakukan secara sembarangan, apalagi hanya berdasarkan informasi dari internet. Baik penerima maupun pemberi ASI harus memenuhi kriteria ketat yang telah ditetapkan. Hal ini untuk mencegah masalah dan memastikan keamanan.
Webinar yang diselenggarakan IDAI pada Minggu lalu menjadi wadah bagi dr. Naomi untuk menegaskan hal ini. Ia menekankan bahwa penentuan bayi penerima donor ASI harus berdasarkan indikasi medis yang jelas. Ini bukan sekadar keinginan orang tua.
Kriteria Penerima Donor ASI yang Tepat
Penentuan bayi yang berhak menerima donor ASI bukanlah keputusan yang bisa diambil secara acak. Dokter Naomi menegaskan bahwa ada indikasi medis spesifik yang harus dipenuhi. Kondisi ini memastikan bahwa donor ASI diberikan kepada bayi yang benar-benar membutuhkan.
Salah satu kondisi utama yang memungkinkan bayi menjadi penerima susu dari donor ASI adalah bayi prematur. Khususnya, bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 1.500 gram. Mereka seringkali memiliki kebutuhan nutrisi mendesak yang belum bisa dipenuhi ASI ibu kandung.
Penting untuk dipahami bahwa donor ASI tidak diperuntukkan bagi ibu yang enggan menyusui anaknya sendiri. Tujuannya adalah untuk mendukung kesehatan bayi yang rentan. Donor ASI adalah solusi medis, bukan alternatif bagi kemalasan.
Syarat Ketat dan Proses Skrining Pendonor ASI
Bagi seorang ibu yang ingin menjadi pendonor ASI, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat pertama dan terpenting adalah memastikan bahwa kebutuhan ASI untuk anaknya sendiri sudah tercukupi. ASI yang berlebih baru boleh didonasikan.
Apabila ASI ibu tidak mencukupi untuk anaknya, maka ia tidak diperkenankan menjadi pendonor. Prioritas utama adalah tumbuh kembang anak sendiri. Setelah kriteria kecukupan ASI terpenuhi, pendonor harus menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan ini sangat krusial untuk memastikan pendonor dalam kondisi sehat dan tidak menularkan penyakit. Beberapa tes yang wajib dijalani meliputi pemeriksaan Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, CMV, dan sifilis. Skrining ini dilakukan di rumah sakit.
Dokter Naomi menjelaskan bahwa setelah lolos skrining, ASI yang didonasikan harus dipasteurisasi. Proses pasteurisasi ini penting untuk membunuh bakteri atau virus yang mungkin ada. Hal ini menjamin keamanan ASI sebelum diberikan kepada bayi penerima.
Tantangan dan Harapan Bank ASI di Indonesia
Saat ini, Indonesia belum memiliki bank ASI resmi yang terpusat seperti di beberapa negara lain. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan donor ASI. Namun, bukan berarti tidak ada solusi yang tersedia.
Meskipun bank ASI belum ada, beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia sudah mulai membentuk unit donor ASI. Unit-unit ini mengikuti alur dan prosedur yang direkomendasikan. Mereka menjadi rujukan penting bagi masyarakat yang mencari informasi dan bantuan.
Dokter Naomi berharap masyarakat dapat memanfaatkan unit-unit donor ASI di rumah sakit ini. Ini adalah cara yang lebih aman dan terstruktur dibandingkan mencari donor ASI secara mandiri melalui internet. Pendekatan berbasis rumah sakit lebih terjamin keamanannya.