Pakar Hukum Tolak Penghapusan Pasal Penyelidikan dalam RUU KUHAP
Ketua PP APHTN-HAN, Prof. M. Noor Harisudin, meminta agar pasal penyelidikan dalam RUU KUHAP tidak dihapus karena pentingnya tahap ini dalam proses penegakan hukum dan perlindungan HAM.

Polemik Penghapusan Pasal Penyelidikan dalam RUU KUHAP
Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Prof. M. Noor Harisudin, Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN), dengan tegas menolak usulan penghapusan pasal penyelidikan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Pernyataan ini disampaikannya Sabtu lalu di Jember, Jawa Timur.
Prof. Harisudin, Guru Besar UIN KHAS Jember, menekankan pentingnya tahap penyelidikan dalam proses penegakan hukum. Menurutnya, penyelidikan bertujuan mengumpulkan bukti permulaan yang cukup untuk menentukan kelanjutan penyidikan. Hal ini sejalan dengan Pasal 1 angka 5 KUHAP yang mendefinisikan penyelidikan sebagai serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga tindak pidana, guna menentukan kelayakan penyidikan.
Ia menambahkan bahwa penyelidikan juga merupakan upaya pengusutan untuk menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti terkait dugaan tindak pidana. Proses ini, menurutnya, krusial untuk memastikan apakah laporan masyarakat benar-benar merupakan tindak pidana atau tidak.
Penyelidikan: Jaminan HAM dan Pelayanan Publik
Lebih lanjut, Prof. Harisudin menjelaskan pentingnya penyelidikan sebagai bagian dari perlindungan dan jaminan hak asasi manusia (HAM), sekaligus sebagai bentuk pelayanan publik yang optimal. Ia menuturkan bahwa penyelidikan memungkinkan penyelesaian masalah melalui jalur non-pengadilan, seperti musyawarah mufakat, perdamaian, atau restorative justice.
Proses penyelidikan, menurutnya, merupakan bagian penting dari kontrol ketat proses pengadilan, dengan persyaratan dan pembatasan yang jelas sebelum proses penyidikan dimulai, termasuk kewenangan penggunaan upaya paksa seperti penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan.
RUU KUHAP dan Pertimbangan Mahkamah Konstitusi
Prof. Harisudin juga mengingatkan bahwa penyelidikan merupakan amanat dari putusan Mahkamah Konstitusi. Ia menekankan bahwa penyelidikan berfungsi sebagai proses screening awal untuk memilah laporan masyarakat yang benar-benar merupakan tindak pidana. Tidak semua laporan masyarakat perlu langsung berujung pada penyidikan.
RUU KUHAP saat ini menjadi sorotan publik, khususnya karena masuk dalam Prolegnas 2025 dan menjadi perdebatan di kalangan ahli dan masyarakat luas. Prof. Harisudin berharap agar pentingnya pasal penyelidikan dalam RUU KUHAP dapat dipertimbangkan dengan seksama.