Pejabat Waskita Karya Minta Keringanan Hukuman Kasus Korupsi LRT Palembang
Tiga pejabat PT Waskita Karya dan seorang kontraktor LRT Palembang memohon keringanan hukuman setelah terbukti menerima fee proyek senilai Rp25,6 miliar.

Pengadilan Tipikor Palembang menggelar sidang kasus korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang tahun 2016-2020 pada Kamis. Tiga pejabat PT Waskita Karya, yaitu Tukijo (eks Kepala Divisi II), Ignatius Joko Herwanto (eks Kepala Gedung II), dan Septian Andri Purwanto (eks Kepala Divisi Gedung III), beserta kontraktor LRT Bambang Hariadi Wikanta (Direktur Utama PT Perenjhana Djaya), didakwa menerima fee proyek senilai Rp25,6 miliar. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra.
Dalam persidangan, kuasa hukum para terdakwa membacakan pledoi. Adardam Achyar, kuasa hukum Tukijo, Joko Herwanto, dan Septian Andri Purwanto, meminta majelis hakim memberikan hukuman seringan-ringannya kepada kliennya, sesuai dengan fakta dan bukti yang terungkap di persidangan. Hal senada juga disampaikan kuasa hukum Bambang Hariadi Wikanta dari TOP Law Firm, yang juga meminta keringanan hukuman dan pembebasan dari pengembalian uang pengganti serta pengembalian uang dan barang bukti yang telah disita kejaksaan.
Modus korupsi yang terungkap melibatkan aliran dana fee proyek LRT Sumsel dari PT Perentjana Djaja ke PT Waskita Karya. Uang tersebut, sejumlah Rp25,6 miliar, merupakan pengembalian atas proyek yang tidak dikerjakan, khususnya pengadaan sinyal kereta. Saksi Hari Suharlan, Wakil Direktur PT Perentjana Djaja, menjelaskan bahwa proyek tersebut tidak dikerjakan karena PT Perentjana Djaja tidak memiliki tim ahli yang dibutuhkan. Uang tersebut kemudian dikembalikan ke PT Waskita Karya atas perintah Direktur Utama PT Perentjana Djaja dan almarhum Jamhuri, Project Direktur LRT.
Kronologi Penyerahan Uang Fee Proyek
Saksi Effendi dan Hari Suharlan memberikan kesaksian mengenai kronologi penyerahan uang Rp25,6 miliar. Penyerahan dilakukan dalam lima tahap di dua apartemen di Jakarta. Rinciannya sebagai berikut:
- Penyerahan pertama: Rp5,5 miliar pada 22 Agustus 2016 di apartemen MT Haryono, Jakarta.
- Penyerahan kedua: Rp7 miliar pada 27 Januari 2017 di apartemen MT Haryono, Jakarta.
- Penyerahan ketiga: Rp4,2 miliar pada 19 Desember 2017 di apartemen Kalibata, Jakarta.
- Penyerahan keempat: Rp3,6 miliar pada 4 April 2018 di apartemen Kalibata, Jakarta.
- Penyerahan kelima: Rp5,2 miliar di apartemen Kalibata, Jakarta.
Uang tersebut diserahkan kepada Agus, seorang karyawan PT Waskita Karya saat itu, atas perintah Direktur Utama PT Perentjana Djaja dan almarhum Jamhuri. Proses penyerahan uang melibatkan koordinasi dengan Agus dan pertemuan di kantor Waskita Karya.
Dakwaan Terhadap Para Terdakwa
Dakwaan terhadap keempat terdakwa menyebutkan bahwa Muhammad Choliq, selaku Dirut PT Waskita Karya pada awal 2016, memerintahkan Tukijo untuk menyiapkan dana dari pekerjaan pembangunan prasarana LRT di Palembang. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Prasetyo Boeditjahjono, Direktur Pelaksana Perkeretaapian. Perintah tersebut juga disampaikan Tukijo kepada saksi IGN Joko Hermanto dan Pius Sutrisno. Dakwaan juga menyebutkan bahwa para terdakwa diduga tidak melaksanakan proses pemilihan penyedia dengan benar.
Para terdakwa dijerat dengan sangkaan Primair Pasal 2 ayat (1) atau Subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 atau kedua Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan Jaksa setelah mendengarkan pledoi dari para terdakwa.
Persidangan ini menyoroti dugaan praktik korupsi dalam proyek infrastruktur besar di Indonesia dan menjadi perhatian publik mengingat besarnya dana yang terlibat dan dampaknya terhadap pembangunan nasional. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.