Pemkot Bandarlampung Perketat Pengawasan Bantaran Sungai, Cegah Bangunan Liar dan Banjir
Pemerintah Kota Bandarlampung meningkatkan pengawasan dan sosialisasi untuk mencegah pembangunan liar di bantaran sungai guna mengurangi risiko banjir, meskipun dihadapkan pada dilema sosial.

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah bangunan liar di bantaran sungai. Pembangunan liar ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama banjir yang kerap melanda kota. Upaya pengawasan diperketat, sosialisasi ditingkatkan, dan solusi relokasi bagi warga terdampak tengah diupayakan.
Asisten I Sekretaris Kota Bandarlampung, Sukarma Wijaya, menjelaskan bahwa aturan mengenai jarak aman bangunan dari sungai telah lama ada, namun pelaksanaannya masih belum optimal. "Sebenarnya ada aturannya bahwa berapa meter dari sungai itu tidak boleh ada bangunan berdiri," ujar Sukarma dalam keterangannya di Bandarlampung, Sabtu (1/3).
Oleh karena itu, Pemkot Bandarlampung tidak hanya mengandalkan pengawasan, tetapi juga menggencarkan sosialisasi melalui camat dan lurah setempat. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan penegasan terkait larangan mendirikan bangunan di sepanjang garis badan sungai.
Pengawasan dan Sosialisasi di Bantaran Sungai
Pemkot Bandarlampung menyadari kompleksitas masalah ini. Di satu sisi, mereka harus menegakkan aturan untuk mencegah banjir dan menjaga kelestarian lingkungan. Di sisi lain, mereka juga harus memperhatikan nasib warga yang telah lama tinggal di bantaran sungai.
Sukarma mengakui bahwa warga yang tinggal di bantaran sungai merupakan bagian dari masyarakat Bandarlampung. "Di satu sisi, kami melihat bahwa saudara-saudara kita yang tinggal di bantaran sungai adalah masyarakat kita juga, yang awalnya memang tinggal di lingkungan tersebut," jelasnya. Namun, perkembangan keluarga dan terbatasnya lahan membuat sebagian warga membangun rumah di bantaran sungai.
Mereka memanfaatkan material sederhana seperti beronjong dari ban bekas untuk membangun pondasi. Meskipun efektif, cara ini justru menyebabkan penyempitan aliran sungai dan meningkatkan risiko banjir. "Mereka menggunakan beronjong dari ban-ban bekas yang diisi kemudian dijadikan sebagai pondasi tambahan bangunan di atasnya, yang ternyata efektif tetapi menyebabkan penyempitan aliran sungai," tambah Sukarma.
Dilema Penindakan dan Solusi Relokasi
Pemkot Bandarlampung menghadapi dilema dalam penindakan. Tindakan tegas berisiko dianggap tidak manusiawi, sementara pembiaran akan berdampak buruk pada lingkungan dan keselamatan warga. "Kadang-kadang kalau melakukan tindakan tegas kami dianggap tidak memiliki rasa kemanusiaan. Ini juga yang jadi persoalan," ungkap Sukarma.
Sebagai solusi, Pemkot Bandarlampung telah menyediakan rumah susun untuk merelokasi warga bantaran sungai. Namun, pemanfaatan rumah susun tersebut masih belum optimal, meskipun masih banyak unit yang kosong. Pemerintah terus berupaya mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini dengan tetap mengedepankan aspek kemanusiaan dan kepatuhan terhadap aturan.
Pemkot Bandarlampung berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan pemanfaatan rumah susun dan mencari solusi relokasi yang lebih efektif akan terus dilakukan. Harapannya, langkah-langkah ini dapat mengurangi risiko banjir dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi seluruh warga Bandarlampung.