Penempatan TNI di Kejaksaan: DPR Ingatkan Hati-Hati dan Sesuai Koridor Hukum
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengingatkan pentingnya penempatan TNI untuk pengamanan Kejaksaan dilakukan secara hati-hati, sesuai hukum dan konstitusi, serta bersifat temporer.

Jakarta, 16 Mei 2024 - Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menyoroti penempatan prajurit TNI untuk mengamankan institusi Kejaksaan. Ia menekankan perlunya kehati-hatian dalam langkah ini, memastikan semua tindakan sesuai koridor hukum dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penugasan tersebut harus jelas landasan hukumnya dan tidak boleh melampaui batas kewenangan TNI.
Hasanuddin menegaskan bahwa TNI tidak boleh terlibat dalam substansi penegakan hukum yang menjadi tugas dan wewenang Kejaksaan. Peran TNI semata-mata sebagai pihak yang memberikan pengamanan di lingkungan Kejaksaan. Hal ini penting untuk menjaga netralitas TNI dan mencegah potensi konflik kepentingan.
"Penugasan ini harus bersifat temporer," tegas Hasanuddin dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat lalu. "Artinya, hanya berlaku dalam situasi khusus. Ketika situasi sudah kondusif, TNI harus kembali ke fungsi utamanya." Pernyataan ini menekankan pentingnya batasan waktu dan kondisi khusus dalam penugasan TNI tersebut.
Kewenangan Pengamanan Kejaksaan dan Regulasi yang Belum Rampung
Hasanuddin menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sebenarnya telah mengatur pengamanan institusi Kejaksaan. Lebih spesifiknya, Pasal 30C huruf c UU tersebut menyebutkan bahwa tanggung jawab pengamanan semestinya berada di pundak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Namun, ia mengakui adanya kendala. Staf Kepresidenan, menurutnya, tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (RPP) sebagai turunan teknis UU tersebut. Sayangnya, RPP ini hingga kini belum juga rampung. Penyebab keterlambatannya pun belum diketahui secara pasti, menimbulkan pertanyaan akan efektifitas regulasi yang ada.
Ketidakjelasan regulasi inilah yang menurut Hasanuddin menjadi alasan mengapa TNI turut memberikan dukungan pengamanan. Situasi Kejaksaan saat ini dinilai tengah menghadapi tantangan dan ancaman nyata, terutama karena beban kerja yang semakin berat dalam pemberantasan korupsi skala besar.
"Maka saya menilai wajar saja Presiden menggunakan kewenangan diskresinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUD 1945," ujar purnawirawan Mayor Jenderal TNI tersebut. Pernyataan ini menunjukkan adanya pertimbangan khusus dari Presiden dalam mengambil keputusan ini.
Pertimbangan Penggunaan Wewenang Presiden dan Tantangan Kejaksaan
Meskipun mendukung penugasan TNI dalam konteks pengamanan, Hasanuddin tetap menekankan pentingnya kehati-hatian dan kepatuhan pada aturan hukum. Ia mengingatkan agar penugasan TNI tidak disalahartikan atau melampaui batas wewenang yang telah ditetapkan. Hal ini penting untuk menjaga profesionalitas dan netralitas TNI.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti beban berat yang dipikul Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi. Peningkatan intensitas dan skala korupsi yang ditangani menuntut pengamanan yang lebih ketat, sehingga kehadiran TNI dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk sementara waktu.
Namun, Hasanuddin berharap agar RPP yang tengah disusun segera diselesaikan. Hal ini penting untuk menciptakan kepastian hukum dan menghindari potensi penyalahgunaan wewenang. Dengan adanya RPP yang jelas, diharapkan peran TNI dalam pengamanan Kejaksaan dapat lebih terukur dan terarah.
Ke depan, diharapkan adanya koordinasi yang lebih baik antara TNI, Polri, dan Kejaksaan untuk memastikan keamanan dan kelancaran tugas penegakan hukum. Semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan sistem pengamanan yang efektif dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.