Pengamat: Ada Operasi Politik untuk Melemahkan Prabowo Subianto?
Pengamat intelijen dan geopolitik menilai ada upaya sistematis untuk melemahkan Prabowo Subianto dengan menghancurkan orang-orang kepercayaannya, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Hashim Djojohadikusumo, dan Sjafrie Sjamsoeddin.

Jakarta, 8 April 2024 (ANTARA) - Sebuah manuver politik sistematis tengah diidentifikasi sebagai upaya untuk melemahkan Presiden RI Prabowo Subianto. Hal ini diungkapkan oleh pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, yang menyatakan bahwa serangan tersebut terfokus pada orang-orang kepercayaan Prabowo, baik di dunia politik maupun militer. Serangan ini, menurut Amir, dilakukan secara bertahap dengan menargetkan tokoh-tokoh kunci di sekitar Presiden.
Amir Hamzah menunjuk Sufmi Dasco Ahmad, Hashim Djojohadikusumo, dan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin sebagai target utama dari operasi politik ini. Ia menjelaskan bahwa menyerang Prabowo secara langsung akan sulit karena kekuatan elektoral dan posisi politiknya yang kokoh. Strategi yang digunakan, menurutnya, adalah dengan melemahkan Prabowo dari dalam dengan menghancurkan orang-orang terdekatnya.
"Prabowo itu tidak bisa diserang secara langsung karena kekuatan elektoral dan posisi politiknya sekarang sangat kokoh. Tapi kalau orang-orang terdekatnya dilumpuhkan maka perlahan ia akan melemah secara internal," jelas Amir dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Serangan Terhadap Sufmi Dasco Ahmad: Sebuah Framing?
Amir Hamzah menyorot pemberitaan masif yang mengaitkan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dengan pengelolaan judi online di Kamboja. Ia menilai pemberitaan tersebut sebagai upaya framing yang tidak berdasar. Menurut informasi yang ia terima, keterkaitan Dasco dengan perusahaan di Kamboja hanya sebatas kerja sama properti saat menjabat sebagai Komisaris di MNC Digital.
"Saya mendapatkan informasi, saat Dasco menjadi Komisaris di MNC Digital, ia melakukan kerja sama dalam bidang properti dengan perusahaan di Kamboja. Kalau pun perusahaan itu kemudian memiliki afiliasi dengan bisnis judol, itu tidak ada kaitannya dengan Dasco secara langsung. Ini murni upaya framing," tegas Amir.
Amir juga mencatat bahwa media-media yang gencar menyerang Dasco adalah media yang selama ini dikenal keras menentang revisi Undang-Undang TNI. Dasco, sebagai motor penggerak pengesahan UU TNI di DPR, dianggap sebagai target utama untuk melemahkan Gerindra dan Prabowo.
Posisi Dasco sebagai Ketua Harian DPP Partai Gerindra dinilai sangat strategis dalam menjaga soliditas partai dan komunikasi politik Prabowo. Dengan menghancurkan kredibilitas Dasco, lawan politik dinilai berupaya melemahkan Prabowo dari dalam.
Target Lainnya: Hashim Djojohadikusumo dan Sjafrie Sjamsoeddin
Selain Dasco, Amir Hamzah juga menyebutkan Hashim Djojohadikusumo dan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin sebagai target serangan. Hashim, adik kandung Prabowo, diserang dari sisi bisnis dan politik luar negerinya. Sementara itu, Sjafrie, yang dikenal dekat dengan dunia intelijen dan pertahanan, diserang dengan narasi masa lalu yang dikaitkan dengan isu HAM dan militerisme.
Amir menilai serangan ini tidak hanya berasal dari oposisi politik dalam negeri, tetapi juga bisa dikaitkan dengan skenario geopolitik regional yang lebih besar. Ia menduga ada kekuatan besar yang tidak ingin Prabowo memegang kendali penuh di pemerintahan karena dikhawatirkan akan memperkuat posisi Indonesia dalam poros strategis dunia.
"Kita tidak bisa menutup mata, ada kekuatan besar yang tidak ingin Prabowo memegang kendali penuh di pemerintahan karena dianggap akan memperkuat posisi Indonesia dalam poros strategis dunia," ujar Amir.
Imbauan Kepada Publik dan Aparat Penegak Hukum
Amir Hamzah mengimbau publik untuk bersikap jernih dalam menyikapi informasi dan tidak mudah termakan isu-isu yang tidak didukung data kuat. Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk lebih proaktif dalam mengklarifikasi dan menangkal hoaks yang berpotensi merusak tatanan politik nasional.
"Kalau tokoh sekelas Dasco bisa dijatuhkan dengan framing semacam ini maka ini preseden buruk bagi demokrasi kita," tutup Amir.